MENGENAL DAERAH
KARANG TENGAH.
LEGENDA KARANG
TENGAH.
1. Nama Karang
Tengah.
Berkenaan
dengan nama Karang Tengah ada dua versi penjabarannya, yaitu :
a. Versi I
( pertama ) .
Karang Tengah
berasal dari kata “ Pekarangan di Tengah Kampung “ yang mana zaman Belanda
daerah ini dijadikan tempat perkebunan
kelapa dan kebun jeruk serta kebun kapuk ,dan ini merupakan tanah bengkok bagi
pejabat setingkat Camat Belanda .
Masyarakatnya
juga bercocok tanam dan bersifat agraris, inidibuktikan dengan adanya selokan
air ditengah kampung . Ini merupakan salah satu upaya yang terencana serta system irigasi untuk memenuhi kebutuhan
air bagi para petani.
Untuk mengatur
air maka dibuatlah sebuah bendungan yang
masyarakat mengenalnya dengan istilah “ bendungan batu” yang letaknya di
perbatasan Karang Tengah, Cinere dan Pangkalan Jati, sekarang RT. 006/03. Seorang petugas sebagai pengawas saluran dan
pembagian air yang pertama adalah Bapak Kalis, yang mana jabatan itu disebut “
Mandor Air”. kemudian dilanjutkan oleh Bpk.Abdul Azis / Kontong ( Jeh ), pada
dekade berikutnya diserahkan kepada Bapak Sait Amsar bin Deong dan terakhir
Ramdani (anak Pak Sait Amsar).
Dari fisik
keberadaannya daerah ini tampak hijau dan indah, ada perkebunan dan pertanian,
maka wajarlah kalau dikatakan Pekarangan yang Indah di tengah Kampung kemudian disebut “ Karang Tengah
b. Versi II
(ke dua).
Karang Tengah
berasal dari kata “Karang ( batu Karang) yang terletak di tengah kampung,
Konon ada yang
mengatakan letaknya didekat Rawa Guru Jisan ,yaitu Jalan Taman sari II.”ada pula yang mengatakan di sudut bagian
tenggara Karang Tengah di pingir kali Pasanggrahan, yaitu gundukan batu karang yang terletak di
tengah kampung dan ini merupakan pemandangan yang ganjil serta menarik
perhatian orang yang melihatnya, karena jarang terjadi adanya batu karang di
daerah perkampungan seperti itu, karena biasanya batu karang itu adanya di
pinggir pantai atau di lautan. Keganjilan inilah kemudian dijadikan sebagai
kata untuk menyebut daerah itu ( tengeran) , maka disebutlah nama daerah ini
disebut “Karang Tengah”.
Dalam
pembahasan ini penulis tidak mempermasalahkan mana yang benar, karena keduanya
sama-sama menunjukkan keberadaan alamnya saat itu, namun secara jujur bahwa
yang lebih populer adalah versi ke dua.
2. Ki
Sajim.
Ki Sajim
adalah nama tokoh yang mejadi legenda bagi masyarakat Karang Tengah. Konon
kabarnya pada zaman dahulu ada seorang perawat kuda yang bekerja untuk Prabu Kian
Santang .
Kelebihan
Ki Sajim adalah memiliki ilmu kanuragan yang tinggi, dimana suatu ketika ia
pernah melakukan hal yang aneh dan ajaib, yaitu ketika beliau sedang bermain
layangan tiba-tiba layangannya itu oleng. Tindakan yang dilakukan untuk
membenarkan layangan itu bukan menarik dan menurunkan dengan cara digulung
benangnya, tapi malah Ki Sajimlah yang naik ke atas mendatangi layangannya (
memanjatnya ) itu melalui titian benang yang ada.
Secara awam
ini semata-mata merupakan pertunjukan kelebihan ilmu kanuragan dan kedigjayaan
saja, tapi penulis mempunyai analisa lain, bahwa ternyata Ki Sajim termasuk
orang yang cerdik dan cerdas dalam membaca situasi dan kondisi linkungan.
Dimanpaatkannya kelebihan yang dimiliki
untuk alat spionase
saat itu dan
itu untuk mengawasi situasi
lingkungan yang ada sebagai media untuk meningkatkan kewaspadaan dari gejala
kerawanan dengan cara memata-matainya melalui layangan. Kita pahami
bahwa sebagai pengurus kuda kerajaan berarti juga spionase bagi kerajaan itu.
Kelebihan lain yang dimiliki adalah dapat menenangkan setiap anak yang rewel
.Mungkin banyak lagi kelebihan lain yang dimiliki.
Menurut
legendanya letak keberadaannya ( pernah tinggal ) Ki Sajim adalah daerah Kebon
Kelapa, Kebon jeruk dan Kebon Kosong di
bagian Tenggara Karang Tengah, sekarang telah menjadi Kompleks Perumahan Villa
Delima dan Lebak Bulus Indah. Jejak peninggalannya tak pernah ada begitu pula keturunannya,
bahkan ada pula yang mengatakan Ki Sajim adalah sosok miterius yang tak pernah
lagi diketahui dimana adanya dan kemana perginya. Sebagai kenangan untuk
mengabadikan nama Ki sajim maka Team Sepak Bola di Karang Tengah diberi nama “PUSAKA”
Putra Sajim Karang Tengah. Sampai saat ini nama itu tetap dipertahankan.
Namun ada
pendapat lain mengatakan kemungkinan beliau memiliki keturunan yang nantinya
disebut Ki Banjor. Wallohu a’lam.
3. Kisah
Rawa Kecap.
Syahdan
ceritanya, di zaman dahulu ada seorang pedagang kecap keliling. Dagangan
kecap di masyarakat
Karang Tengah zaman dahulunya
dijajakannya dibawa dengan gentong yang terbuat dari kayu yang populer disebut
“ Tahang” dan dipikul seperti pedagang cingcau . Suatu ketika, karena lelahnya setelah
setengah harian ia keliling sementara kecap yang dibawa belum juga laku.
Kemudian sambil beristirahat ia bermaksud ingin mencuci muka guna menghilangkan
rasa penat. Tiba-tiba ia terkejut setelah merasakan rasa manis air di pingir
rawa yang memang bening sekali, sehingga karena penasarannya ia coba
mencicipinya, dan ternyata dirasakan memang manis.
Saat itu pula
ia berubah pikiran untuk berdagang air manis saja daripada menjual kecap yang
belum juga laku. saat itu pula ia berniat untuk merahasiakan keistimewaan rawa
tersebut, terbayanglah kalau ia akan kaya raya dari air rawa tersebut. Dengan
segera ditum-pahkannya kecap yang ada ke rawa tersebut dan air rawa itu diambil
untuk mengisi tahangnya itu.
Kemudian
berkelilinglah ia dengan semangat, teriakannya dirubah dari “ Kecap, keca…p “
menjadi “ air manis, air mani….s “.
Saat pembeli
mencicipi dagangannya itu tiba-tiba ia heran dan terkejut melihat reaksi
pembeli yang merasa kecewa dan protes, karena air yang dijualnya itu tidak
terasa manis. Dnan serta merta pedagang itu
mencobanya lagi, dan memang terasa manis. Hampir terjadi percekcokan diantara mereka
tentang keanehan itu, kemudian datanglah orang ke tiga ingin melerai dan
menanyai duduk persoalannya, lalu iapun mencicipi air itu untuk membuktikannya.
Orang ke tiga sependapat
dengan pembeli, yaitu airnya tidak manis. Lagi lagi pedagang itu ngotot dan ia
cicipi lagi . tapi pada pencicipan kedua ini rasa manisnya mulai pudar, semakin
diulang ulang semakin hilang rasa manisnya. akhirnya iapun terbengong diam
kemudian menepak dahinya penuh sesal dan tertawa terbahak-bahak.
Keruan saja
kejadian itu mengundang heran orang yang ada. Kemudian pembeli dan orang ke
tiga itu coba bertanya tentang mengapa pedagang itu tertawa.
Akhirnya
pedagang itupun berceita yang sebenarnya. Bahwa ia adalah pedagang kecap, saat
keliling ditengah jalan di pingir tegalan ia memakan buah “ Lemba “ ( yaitu
tanaman pingir tegalan yang bila dimakan terasa agak sepat, namun bila terkena
air maka lidah akan terasa manis), karena hausnya ia mampir sejenak di pingir
rawa kemudian ia mencuci muka dan meminum airnya, karena kecap belum
laku juga dijual, sementara air
rawa itu dirasakan manis, maka ia berniat untuk menjual air manis saja,
sementara itu kecap yang ada malah ditumpahkan ke rawa. Pikirnya ia akan kaya
raya dari air rawa itu, tidak tahunya malah sekedar kealfaan belaka.
Kontan orang
yang mendengar cerita pedagang itu tertawa terbahak-bahak, sementara ia hanya
tersipu malu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Cerita itu kemudian tersebar ke seluruh penduduk dan
terkenalah rawa yang terletak di RT.05/03 berbatasan dengan Kampung Kapuk (
dahulu terkenal dengan nama Bulak Gondang ) itu dengan nama “ Rawa Kecap “.
Namun sekarang ini rawa tersebut tinggal kenangan saja , karena mulai dekade
tahun 80-an sudah berubah fungsi dari areal pertanian dan persawahan menjadi Perumahan
Bhumi Karang Indah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar