Sabtu, 12 Juli 2014

Runtun Budaya Tempo Dulu



MENGENAL BUDAYA BETAWI
DI KARANG TENGAH.

1. MELODY CINTA.

A. Masa Pacaran / Bedemenan.

            Ketika seorang sudah bertaut hati menjalin cinta tentu segalanya berbunga-bunga. namun ungkapan dan ekspresi cintanya selalu dipendam dan pergaulan merekapun sangat terbatas. Pertemuan mereka hanya dimalam hari melalui kunjungan sang pacar ke rumah yang disebut “ Ngelancong”, dan ketika ngelancong biasanya sang pacar tidak sendirian tapi bersama teman akrabnya . Saat datang lancongan sang gadis hanya berada didalam rumah, dan berkomunikasi masing-masing di balik diding yang terbuat dari bilik bambu atau papan. Sang wanita keluar hanya ketika mengeluarkan tikar dan bantal  serta air untuk cuci kaki, maklum tempo dulu rumah masih berlantai tanah dan setiap pelancong yang akan menginap telah tersedia bale bambu di depan rumah yang disebut “ Bale Pelupuh”. Sekali lagi ditegaskan bahwa mereka ( pelancong) menginap bukan tidur di dalam kamar, tapi di bale yang ada di depan rumah.
            Di pagi buta sang gadis selalu membenahi tikar dan bantal bekas tempat tidur sang pacar. Sudah menjadi kebiasaan bagi sang pacar yang menginap menyisipkan uang di bawah bantal, dan ini dipahami maksudnya yaitu pemberian dari sang kekasih, maka dengan senang hati diambilnya. Ini terjadi bila ia menerima cintanya, tapi untuk yang tidak disukai maka uang tersebut pada saatnya diletakkan lagi dibawah bantal. Sebagai ungkapan resmi diterima cintanya , biasanya sang wanita memberikan sapu tangan yang disebut " selampe".

Ketika ada tontonan mereka pergi menonton hiburan tentu seizing orang tuanya. Saat pulang yang pria selalu membeli makanan untuk oleh-oleh. Makanan yang dibeli biasanya : Lepet, Kacang rebus, Jeruk, atau Keripik singkong.

B. Ngebakal.
             Setelah hubungan semakin mantap pihak Pria biasanya mulai terang-terangan mendekati keluarga  wanita dengan melakukan kegiatan yang bertujuan mengambil hati baik sang kekasih maupun keluarganya. Masyarakat memahami hal itu dengan istilah “ Ngebakal”.

            Ngebakal bisa berupa mengantarkan makanan , membelikan pakaian bahkan tidak sedikit yang membantu pekerjaan orang tua wanita dalam hal membajak sawah, bertani atau membangun rumah. bagi yang wanita biasanya berkunjung di siang hari sambil membawa makanan dan membantu pekerjaan calon ibu mertua baik mencuci, membersihkan rumah dan memasak. Pada pase ini sang mertua sudah mulai menilai calon menantunya itu, akan kepandaian berbenah rumah dan memasak. Terkdang dari sini juga dapat menambah kredit poin kriteria penilaian dan awal pembinaan. datangnya wanita ke rumah calon mertuanya bukan sembunyi- sembunyi justru diketahui bahkan dianjurkan oleh orang tuanya . Secara tersirat hal itu merupakan suatu bentuk persetujuan orang tua akan pilihan anaknya.
            Dalam pandangan dan pengamatan penulis, di masa kini tata krama sebagaimana  cerita di atas kiranya hanya tinggal cerita belaka dan menjadi kenangan orang tua saja, karena generasi sekarang ini sudah jauh berbeda baik situasi  dan kondisi alam lingkungannya juga pengaruh zaman yang semakin jauh dari budaya orang tua terdahulu, baik dalam urusan pacaran maupun cara ngebakal.


2. URUSAN PERKAWINAN.

a. Ngelamar / Meminang dan Nandain.

            Setelah melihat gelagat anak yang semakin serius dan terbuka dalam hal berpacaran biasanya pihak orang tua pria yang merasa sudah setuju  memulainya dengan datang bersilaturrahmi ke rumah calon besanya. Untuk menyampaikan maksudnya itu bisa saja kedua orang tua pria langsung, atau tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh. Pembicaraan mereka intinya adalah menegaskan apakah benar putranya sering datang dan berpacaran. jika memang semuanya sepakat dan setuju biasanya dilanjutkan dengan lamaran / pinangan, peristiwa ini disebut “ Ngelamar “.
            Dalam ngelamar sudah menjadi kebiasaan pula diiringi dengan memberikan tanda ikatan bisa berupa uang atau perhiasan emas, ini disebut “ Nandain”. Dalam nandain bisa saja hanya wanita yang diberikan perhiasan emas, bisa pula keduanya mendapat cincin, dengan kata lain “ Tukar Cincin”.

            Dari peristiwa tukar cincin inilah masyarakat semakin tahu kalau pria wanita tersebut sudah berstatus terikat atau dalam masa pinangan.

b. Bawa Duit  (Serah uang.).

            Hubungan cinta yang semakin dekat dan sudah terikat oleh lamaran dilanjutkan dengan acara pemberian orang tua kepada calon menantu wanita berupa uang belanja kawin , yaitu sejumlah uang yang diperuntukan sebagai bekal dalam berumah tangga yang nantinya uang tersebut dibelanjakan tempat tidur dan kelengkapan lainnya.
           
C. Sebelum Pernikahan.

        Ada beberapa hal yang biasa dilaksanakan sebelum pernikahan , terutama calon pengantin wanita. yaitu:

   1. “Dipiara “ adalah dirawatnya pengantin wanita oleh orang yang ahlinya seminggu sebelum dilaksanakannya acara pernikahan.
    2. Mantang. yaitu menjaga agar tidak memakan makanan sembarangan dan yang berlemak.
    3. Lulur. yaitu merawat kulit dengan membalur ramuan tradisionil.
         Luluran ini biasanya hanya untuk mempelai perempuan.
    4. Mandi ukup, yaitu mandi uap dari rebusan dedaunan sirih dan kembang tujuh rupa yang dilaksanakan di dalam ruang berbentuk kerucut dari tikar. ini bertujuan untuk mengeluarkan keringat yang tak sedap dan melahirkan wangi tubuh dari rebusan tersebut. acara ini dilaksanakan sehari menjelang pernikahan atu naik pelaminan.
    5. Sementara calon pengantin dipiara, biasanya pihak keluarganya menyiapkan makanan tradisionil untuk bahan bawaan ketika mempelai wanita datang bersama suaminya setelah menikah dan sungkem kepada orang tua dan keluarga mempelai lelaki , antara lain : Nasi sebaskom, Ikan gede sepasang, sayur dan lauk pauk, serondeng, Nasi kuning, dan kue-kue seperti ; Dodol, Geplak, wajik, uli, tape, rangkambang, talam, kue basah, Kembang Goyang dan kue pepe.
          Sedangkan bagi calon pengantin pria tidak perlu semua itu.

1. Arakan Besan.
           
   Yaitu arak-arakan yang mengantarkan calon besan laki-laki menuju rumah calon besan wanita. Arakan ini biasanya diramaikan dengan Rebana Ketimpring, dan Tanjidor. Jika jarak rumah agak jauh biasanya calon pengantin laki-laki dan pendampingnya naik Delman sampai ke halaman rumah calon pengantin wanita. Dalam adapt betawi tempo doeloe ketika menikah pengantin pria tidak dihadiri kedua orang tua, tapi didampingi oleh teman dekat dan keluarganya saja. Namun sekarang kebiasaan itu sudah berubah dan orang tua  sudah mnyaksikan anaknya menikah.

2. Palang Pintu.

            Setibanya dihalaman rumah calon pengantin wanita diadakan lagi acara penyambutan besan dengan beberapa materi acara,yaitu:

    a. Bejaban  Pantun.
: Yaitu penyambutan dengan pantun bersaut  antara perwakilan calon besan laki-laki dan wanita.
       b. Bejaban Tangan.
                                  : Setelah suasana semakin panas perwakilan tuan rumah kembali minta syarat kedua yaitu “ melangkahi Palang Pintu “ dengan cara pekelahian antar perwakilan masing masing.
      c. Ngerebut Dangdang.
                                 : Dangdang merupakan lambang kehormatan   perawan.Betawi,, maka keberadaan dang-dang menjadi syarat juga dalam adat perkawinan Betawi. Mengingat dang-dang yang ada - diam diam – sudah dicuri keluarga tuan rumah maka rombongan besan pria harus bisa ngerebut dang-dang itu, maka terjadilah perkelahian perebutan dang-dang.  
                                  Dang-dang dalam adat Betawi tempo doeloe merupakan simbolik harga diri seorang wanita yang masih gadis. Amat tersinggung besar puhak keluarga wanita bila syarat ini tidak ada, maka apapun taruhannya bila ada yang mencuri harus direbut kembali untuk memenuhi syarat dalam menghormati kegadisan calon istrinya.
      d. Gandes     : Tarian Betawi. jika pihak tuan rumah menye-diakan penari wanita, maka pihak pengantin pria harus menimpalinya dengan penari laki-laki.

     e. Sikeh.        :  Sebenarnya Sikeh itu adalah salah satu lagu dalam membaca Al-Qur’an yang berasal dari kata “Sikkah”. Namun yang dimaksud di sini yaitu calon pengantin diminta melantunkan lagu Al-Qur’an dengan gaya Sikkah.
                                    Namun dalam prakteknya bisa digantikan dengan penggantinya.
           
Ini merupakan simbolih bahwa calon pengantin pria termasuk orang berpendidikan agama dan beragama Islam.

       f. Ngebopong Calon penganten lelaki.
: Setelah empat syarat palang pintu tersebut diatas sudah dapat dilampaui maka calon pengantin pria dan rombongannya sudah dapat diterima dan dipersilahkan masuk. Sebagai pengakuan penerimaannya disimbolkan dengan “ Ngebopong Pengantin Pria” bersama-sama dari kedua belah pihak sampai di hadapan calon mertua. 
g. Pengalungan bunga melati.
 
: Sebagai ungkapan persetujuan dan penerimaan  dari kedua orang tua ( calon mertua ) maka dikalungkanlah calon menantu tersebut dengan kalung bunga melati, dan diiringi menuju ruang pernikahan.

Acara palang pintu ini mengandung makna :

    1. Untuk menunjukkan kesungguhan pihak  pengantin pria  untuk melaksanakan niatnya yaitu mempersunting gadis pilihannya. Apapun yang menjadi syarat dan rintangan bukan merupakan alasan untuk mengurungkan niatnya.

    2. Menunjukan jati diri seorang perjaka dengan segala keberadaannya baik agama, budaya, keluarga maupun rasa hormat akan harga diri wanita yang akan dijadikan
sebagai istrinya dan orang tua yang akan menjadi keluarganya.

    3. Dukungan dan persetujuan orang tua dan keluarga calon pengantin pria untuk melaksanakan niatnya mempersunting gadis pilihannya dalam bentuk arakan dan iringan besan yang dilengkapi dengan bawaan makanan dan sayuran.

D. Pernikahan :
             Yaitu ijab qobul antara orang tua / wali pengantin wanita dengan calon pengantin pria,  setelah dianggap telah memenuhi syarat dan rukun nikah.

E. Setelah Pernikahan
    
    Kue Penganten      : Dalam adat Betawi yang termasuk “tabu “ untuk dihilangkan adalah Kue Pengantin. Karena ini merupakan lambang dari penghargaan dan rasa setuju pihak keluarga pengantin wanita kepada pihak keluarga pengantin pria. Dengan kata lain –mungkin- dapat diartikan suka tidak sukanya seseorang untuk berbesan disini letaknya. Makanan dan kue yang dibawa antara lain : Nasi sebaskom, Ikan gede sepasang, sayur dan lauk pauk, serondeng, Nasi kuning, dan kue-kue seperti ; Dodol, Geplak, wajik, uli, tape ketab hitam, rangkambang, talam, kue basah, Kembang Goyang dan kue pepe.
Kue pengantin ini diantarkan sebagai pengiring kedua mempelai yang setelah menikah mereka berkunjung ke rumah orang tua mempelai pria. Disana sedang menanti kedua orang tua dan keluarga pengantin pria. Lalu mereka memberi hormat ( dalm budaya disebut  nyembah – pen.) pada saat itu pula biasanya yang didatangi pengantin wanita selalu memberikan amplop berisi uang tunai . Pemberian ini disebut “ Uang Sembah “.

            Sebahagian makanan yang dibawa itu dimanfaatkan untuk acara selamatan telah dilaksanakannya pernikahan dan menyambut menantu baru.
            Seluruh Kue Pengantin ditaksir keberadaannya untuk diganti berupa uang dengan jumlah yang pantas dan diantarkan uang tersebut berbarengan dengan pengembalian tempat makanan / kue yang semula dibawa. Kemudian kedua Pengatin kembali kerumah keluarga wanita.
 Ada hal yang cukup menarik dalam budaya ini, biasanya kue dan makanan yang diantarkan oleh keluarga pengantin wanita itu dibagikan kepada seluruh tetangga dan keluarga dekat, mereka yang merasa dibagi juga selalu mengembalikan tempat kuenya dengan menyisipkan uang, mungkin bertujuan untuk membantu keluarga pengantin pria mengingat kue dan makanan itu harus dibayar kepada keluarga wanita. Namun celakanya bila tetangga dekat atau keluarga dekat tidak kebagian atau tidak sepadan / sedikit kebagiannya selalu menjadi bahan omongan bahkan gunjingan. Dalam bahasa Betawi omongan sama dengan “ Bacot”, maka kue tersebut dinamakan juga “ Kue Bacot”.
                                                 
f. Pesta Perkawinan.             :

            Setelah dilaksanakan pernikahan biasanya dilanjutkan dengan Pesta perkawinan. Pada   adat Betawi biasanya pesta ini dilaksanakan di keluarga wanita terlebih dahulu.

Sorogan: Yaitu hantaran makanan dari keluarga pengantin yang akan hajatan kepada keluarga pengantin yang menjadi besan, dalam acara ini sekaligus mengundang dan mohon dibawakan rombongan besan. Sorogan disebut juga “ Jotan “.

                  Sorogan/ Jotan makanan ini bila dari keluarga besan wanita perlu dibayar, tapi sorogan yang datang dari pihak keluarga besan pria tidak ada istilah pembayaran.

Pendampingan Orang Tua dalam Pelaminan:
                        Dalam budaya orang Betawi kedua pengantin tidak didampingi oleh kedua orang tuanya,
tapi oleh teman akrabnya yang sudah menikah, sedangkan orang tua hanya menerima tamu yang hadir dan ini bukan dipelaminan.

Hiburan    : Sebagai ungkapan rasa syukur dan gembira atas telah dilaksanakannya pernikahan anaknya maka orang tua mengadakan keramaian berupa hiburan kepada keluarga dan masyarakat sekaligus pemberitahuan akan sudah resminya anak mereka menjadi pasangan suami istri.
                  Bagi masyarakat Betawi jenis hiburan yang biasa dilaksanakan dari masa kemasa adalah : Rebana Biang, Qosidahan, Sohibul Hikayat, Lenong, Topeng, Wayang, Belantek, Samrah, Film Layar Tancep, Orkes Melayu, Jaipongan. Semua dipilih sesuai dengan selera dan keadaan.

Kondangan :
                  Ketika seseorang melaksanakan pesta perkawinan , sudah merupakan kebiasaan orang Betawi memberikan bantuan baik berupa barang makanan atau uang kepada tuan hajat yang disebut “ Kondangan”.

                  Pelaksanaan Pesta Perkawinan disebut juga “ Hajatan “ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan istilah “ Sedekahan”.
                  Kondangan ada dua macam, yaitu:

1. Kondangan Besan :
                            Yaitu kondangan secara kolektif rombongan besan kepada tuan hajat.                                   Biasanya  besar kondangan pihak keluarga pengantin pria lebih besar dari kondangan                                    pihak    pengantin wanita.                                                                                                 
                           Namun jumlahnya tetap menurut keadaan masing-masing dan melihat kepantasannya.
                         
2. Kondangan pribadi :
Yaitu bantuan yang diberikan dari orang per orang kepada tuan hajat. Adapun jumlahnya biasanya melihat bantuan tuan hajat yang pernah ia terima ketika ia hajatan ( balas budi).        

3. URUSAN HAMIL.

a. Nujuh Bulan (Tujuhbulanan).
Ketika seseorang hamil memasuki bulan ke tujuh , biasanya dilaksanakan acara Nujuh Bulan, dan ini hanya untuk anak pertama.
Pelaksanaannya yaitu : Acara selamatan yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan selalu dibacakan Surat Yusuf dan dipandu oleh seorang ustadz. hal ini mengandung maksud agar jabang bayi yang sedang dikandung kelak seperti Nabi Yusuf yang terkenan kegantengannya, tabah, saba, dan cerdas.
     Sementara itu untuk ibu yang hamil sedang dipersiapkan perlengkapan untuk acara adat yaitu : Mandi kembang tujuh rupa dengan air dari tujuh sumur dan menjatuhkan telur ayam kampung . Khusus berkenaan dengan keadaan telur yang dijatuhkan, pada awalnya diyakini mengandung perlambang bahwa : Jika telur pecah berantakan biasanya perlambang kandungannya berisi bayi perempuan, dan apabila pecah tapi tidak berantakan (masih kumpul) atau bahkan tidak pecah, itu perlamban bayi laki-laki. Namun sesungguhnya itu tidak pasti.

4. URUSAN KELAHIRAN.

a. Puput Puser.
                       
            Momen terlepasnya tali pusat bawaan bayi sejak lahir disebut “Puput Puser”. Ini bisanya terjadi pada saat bayi berusia tujuh ai setelah kelahirannya.
            Pada saat itu biasnya dilakukan acara masak bubur merah putih, namun kebanyakan orang tidak melaksanakan acara tersebut. Ini mungkin memang bukan asli budaya betawi tapi budaya Jawa.

b. Cukur Rambut.

            Acara cukur rambut memang masih eksis keberadaannya, ini sunnah Rasul. Adapun pelaksanaannya yaitu ketika bayi berusia 40 hari kelahirannya. Kalau melihat Hadits Nabi Muhammad SAW, acara ini dianjurkan pada saat bayi berusia 7 hari, namun kelihatannya penentuan hari ke 40 ini mengikuti  budaya Jawa yang disebut “ selapanan” yaitu hari ke 38 dari kelahiran.
Pada acara ini biasanya dibarengi dengan “aqiqah”(bagi yang mampu). Dan prosesi acaranya yaitu acara selamatan yang diawali dengan pembacaan “Rawi (Riwayat nabi Muhammad SAW) “. Acara ini disebut juga dengan acara “ Marhabanan”. Ketika bacan mahaban itulah dilaksanakan pengguntingan rambut oleh jamaah yang hadir, diawali pihak keluarga dan dilanjutkan jamaah lainnya.  Berikutnya selesai acara rambut bayi dicukur habis. Ini tidak terkecuali bayi laki-laki maupun perempuan.
            Dalam acara ini pula diumumkan nama bayi tersebut, maka dikatakan pula acara “Pemberian nama “
c. Nyunatin.

            Kata nyunatin berarti melaksanakan sunnah Rasul, yang dalam terminology Islam sebenarnya disebut “Khitan”. Bagi masyakat Betawi  prosesi yang satu ini mengambil dari pelaksanaan penerapan Sunnah Rasul sebagai penyempurna setiap muslim, maka populerlah dengan sebutan “ Nyunatin”.
            Bagi masyarakat Betawi nyunatin dilaksanakan kepada anak laki-laki dan perempuan. Bagi anak perempuan dilaksanakan pada hari ke tujuh an pada anak laki-laki biasanya saat anak itu sudah memiliki keberanian untuk disunat, maksimal usia 12 tahun.


5. URUSAN PENDIDIKAN.

a. Pendidikan Formal.

            Di Karang Tengah pendidikan formal ada mulai dekade  tahun  60-an  yaitu  berdirinya  Madrasah  Ibtidaiyah

Nurul Huda, Kepala Sekolah Pertama yaitu Ust. Achmad Nairan (1964- sampai Era 1990-an ) kemudian sehubungan dengan masa pensiun jabatan Kepala sekolah digantikan dengan adik kandungnya yang juga sudah PNS yaitu Ustj. Hj. Siti Maryam bt. Nairan (tahun 1990-an – sekarang ).. 
            Keberadaan  SD Negeri mulai tahun 70-an, yaitu SDN 04 Inpres dan 05 Pelita yang terletak di Jalan Puskesmas. Kepala sekolah Pertama yaitu Bapak Abd. Rasyid / Nadih ( suami dari Ustjh.Hj. Siti Maryam-pen). Sebelum masa itu warga masih sekolah di wilayah kelurahan lain.
            Sebagai fondasi pendidikan agama dan kepribadian pada setiap anak dilaksanakan juga pendidikan non Formal, antara lain.



1. Belajar Ngaji.
            a. Pengajian anak-anak.
            Penanaman pendidikan sejak dini yang dilakukan  oleh masyarakat Betawi adalah belajar membaca Al-Qur’an, yang disebut dengan  “ Belajar Ngaji”, dan bersifat ngaji lekar kepada guru ngaji di rumah atau di mushallah –mushallah. Dan pendidikan ini tidak ditarif  biayanya, namun bergantung kikhlasan orang tua. Dengan istilah “uang minyak.”. pengajian biasanya dilaksanakan setelah Ashar tapi umumnya setelah Maghrib.
Pola tersebut kini telah hilang, yang ada adalah Taman Bacaan Al-Qur'an yang sudah dikelola secara lebih sistematis.
            b. Majelis Ta'lim kaum Ibu.
            Zaman dahulu belum ada, yang ada Cuma ngaji kuping yang menjadi gurunya yaitu Ibu Enco ialah Ibu dari Guru Jaisan. Namun mulai decade tahun 70-an mulailah dibentuk Majelis Ta'lim " Al-Muttaqien"  dibawah pimpinan Ustj. Hj. Siti Maryam bt. Nairan yang beralamat di Jl. Taman Sari II RT.001/03. Sampai sekarang.
                       
2. Khataman Al-Qur’an.
            Zaman dahulu ada suatu kebanggaan mana kala seorang belajar mengaji sampai selesai ( khatam). Sebagai ungkapan kebahagiaan biasanya diadakan acara “selamatan khataman Qur’an “ di tempat ia mengaji bersama-sama yang lainnya dan diakhiri dengan pemberian hadiah kepada guru ngaji sebagai ucapan terima kasih.

3. Pencak Silat.

            Di Karang Tengah sudah membudaya sejak zaman dahulu ilmu bela diri yang dikenal dengan Pencak Silat atau masyarakat tempo dulu menyebutnya “ Main Pukul”.
            Belajar Main Pukul asalnya hanya untuk orang dewasa, karena sebagai pelajaran bela diri. Pada sisi lain disamping mempelajari jurus-jurus juga dipelajari ilmu kanuragan dikenal “ilmu dalam”. Namun pada masa kini berbalik, malah yang belajar silat bukan oang dewasa tapi anak-anak remaja dan biasanya hanya sebatas ilmu bela diri itupun bersiat olah raga saja.
            Berdasarkan cerita yang masyhur, di Karang Tengah mulai decade 1900 sampai sekarang , tokoh-tokoh yang mengajarkan ilmu bela diri dan kanuragan adalah :
1. H. Embang  dengan gerakan Beksi dan Srigunting. Kemudian penerusnya adalah H. Naiming, yang selanjutnya permainannya itu di ajarkan pula kepada Hamzah bin Deong, Raid , H. Masyhur.
      Namun sayang ibarat jalan “kematian obor” karena generasinya tak ada yang bisa melestarikan secara utuh.

2. Mahid bin Sedi bin Jiban bin Lan Seng (cina Saketi-Banten ). Ilmu silat yang diajarkan adalah “Pamacan” mungkin sekarang disebut “ Cimacan”.
      Menurut letak wilayahnya Mahid termasuk Pangkalan Jati-Bogor. Namun kiprahnya di Karang Tengah cukup dikenal, lantaran banyak orang yang belajar silat kepadanya .
            Diantara putranya yang dapat mewarisi ilmu beladiri Pamacan ini adalah H. Abdul Rais yang akrab dipanggil H.Adul. Dari H.Adul inilah permainan Silat Pamacan lebih popular dan digandrungi oleh banyak orang Karang Tengah terutama orang yang sebaya dengannya dan generasi muda saat itu seperti Neman, Hasbih (ebih ) bin Gena, Juki bin H. Ti'an, Aseni bin Sanen. Untuk generasi
      mudanya (tahun 70-an)  Sudrajat bin Hamzah, Sautar bin Gena, Edy Bosih bin Neman, Saat bin Naih, Drs. Ahmad Ramli T. bin Hamzah. Melalui A.Ramli Topan bin  hamzah  inilah  kemudian  silat  dikembangkan  ke sekolah-sekolah dengan nama " PPSC JAYA" yaitu Perguruan Pencak Silat Cimacan Jakarta Galuh Mekar Budi Pekerti, dan termasuk dalam deretan perguruan silat di IPSI DKI Jakarta sampai saat ini.

3. H. Mait bin Lisan. Adalah seorang warga yang terkenal pula dalam urusan silat dengan permainan " Jalan Tangan ". Adapun ilmu kanuragan yang diajarkan adalah " Mati Geni " dengan jalur Islam. Beliau adalah salah satu murid  Wan Sirun. Termasuk pula Mahbub yang memiliki gerakan ilmu "Troktok" adalah murid Wan Sirun. Buktinya adalah ada kesamaan gerakan yang mendasar yaitu gerakan " Sleser".
            Diantara orang - orang yang belajar kepada H. Mait antara lain: Hamzah bin Deong, Neman bin Sari, Hasbih (ebih) bin Gena dan Sautar. Untuk generasi muda saat itu (th.80-an) adalah : Musaih bin Guar , Rustam (Tonglet) bin Amim, dan lain-lainnya.

Dinamika Persilatan di Karang Tengah. Era 1970-an -Sekarang.
     
            Pada dekade tahun 75-an ada upaya membangkitkan pelestarian budaya  Perncak Silat dengan mengadakan iringan musik " Gendang Pencak " yang didatangkan dari daerah Cianjur yaitu Pak Kusnadi dan Pak Ayan (ayah dari Endang Kurnia ( penyanyi dan pencipta lagu dangdut – pen )  semua ini diprakarsai oleh H. Jawahir bin H. Irih. Namun upaya ini tidak berlanjut lama , dan saat ini hanya tinggal kenangan. Namun demikian diantara murid yang kelihatan diajarkan secara khusus adalah Tarjono bin H.Syatiri MS. dan Hery Ramlan bin Hamzah.
            Pada dekade tahun 1980-an, Sadurih bin Madi berusaha mengembangkan seni bela diri yang ada di Karang Tengah dengan   menggabungkan   antara budaya tradisional dengan seni budaya import yaitu antara silat Cimacan (yang menjadi guru adalah Sudradjat bin Hamzah- pen )  dengan kungfu ( yang menjadi guru adalah Firmansyah –pen.) dan diberi nama Perguruan Silat Moderen Jakarta (SIMOJA).

            Awal yang manis dan niat yang baik ternyata berujung menjadi sebuah hubungan yang kurang harmonis, puncaknya ketika Pemilu 1982. saat itu menimbulkan kubu yang masing-masing bertahan pada prinsip yang berbeda, pihak Cimacan ingin menonjolkan seni tradisionalnya saat pementasan, sementara pihak Kungfu justru lebih dominant dalam upaya penampilannya.
            Melihat gejala tak sehat maka akhirnya pihak Cimacan  memisahkan diri kembali kepada alur budaya sendiri dengan mendirikan Persatuan Pencak Silat Cimacan Jakarta (PPSC JAYA) yang diketuai oleh A.Ramli T. hingga saat ini. Dengan demikian tak ada lagi pertikaian, karena keduanya sudah berjalan masing-masing.
     
6. URUSAN KEMATIAN.

a. Tahlilan dan Ngaji Tujuh Malam.
            Ketika ada yang meninggal dunia , di Karang Tengah selalu dilaksanakan acara ta'ziah ke rumah duka selama tujuh malam. Adapun kegiatan yang dilaksanakan yaitu diisi dengan acara tahlilan dan pengajian ( membaca Al-Qur'an ) selama tujuh malam.
            Zaman dahulu semua biaya kegiatan ditanggung keluarga musibah. Tapi sejak tahun 86-an  semua sudah berubah sesuai dengan kesepakatan ulama dan umara.
            Dalam komitmennya disepakati bahwa :
1. Setiap ada yang meninggal dunia di RW. 03 dilaksanakan ta'ziah   tujuh malam.
2. Ta'ziah dilaksanakan secara bergantian tiap malamnya 1 (satu) RT. diawali dari RT yang terjadi musibah.   

3. Ta'ziah dilaksanakan sampai tengah malam saja (pukul 24.00) mengingat kebanyakan warga adalah pekerja / karyawan.
            Sekedar untuk biaya ta'ziah bisa dimintakan kepada seluruh warga di lingkungan masing-masing.
          Langkah kegiatan tersebut merupakan terobosan baru dan sangat besar artinya bagi kerukunan warga dan pembinaan sikap hidup saling membantu meringankan beban keluarga yang terkena musibah. Gagasan ini masih langgeng sampai saat ini.

b. Acara Selamatan Kematian.
            Selamatan pada malam pertama dikuburkannya jenazah disebut " Nyusur Tanah" ini lazim dilaksanakan di Karang Tengah. Selanjutnya dilaksankan juga acara selamatan sebagai berikut: Niga Hari, Nujuh Hari, Empat Belas Hari, Empat Puluh Hari, Nyeratus Hari, Nyeribu hari dan Haul.