MENGENAL BUDAYA
BETAWI
DI KARANG TENGAH.
1. MELODY CINTA.
A. Masa Pacaran / Bedemenan.
Ketika seorang sudah
bertaut hati menjalin cinta tentu segalanya berbunga-bunga. namun ungkapan dan
ekspresi cintanya selalu dipendam dan pergaulan merekapun sangat terbatas.
Pertemuan mereka hanya dimalam hari melalui kunjungan sang pacar ke rumah yang
disebut “ Ngelancong”, dan ketika ngelancong biasanya sang pacar tidak
sendirian tapi bersama teman akrabnya . Saat datang lancongan sang gadis hanya
berada didalam rumah, dan berkomunikasi masing-masing di balik diding yang
terbuat dari bilik bambu atau papan. Sang wanita keluar hanya ketika mengeluarkan
tikar dan bantal serta air untuk cuci
kaki, maklum tempo dulu rumah masih berlantai tanah dan setiap pelancong yang
akan menginap telah tersedia bale bambu di depan rumah yang disebut “ Bale
Pelupuh”. Sekali lagi ditegaskan bahwa mereka ( pelancong) menginap bukan
tidur di dalam kamar, tapi di bale yang ada di depan rumah.
Di
pagi buta sang gadis selalu membenahi tikar dan bantal bekas tempat tidur sang
pacar. Sudah menjadi kebiasaan bagi sang pacar yang menginap menyisipkan uang
di bawah bantal, dan ini dipahami maksudnya yaitu pemberian dari sang kekasih,
maka dengan senang hati diambilnya. Ini terjadi bila ia menerima cintanya, tapi
untuk yang tidak disukai maka uang tersebut pada saatnya diletakkan lagi
dibawah bantal. Sebagai ungkapan resmi diterima cintanya , biasanya sang wanita
memberikan sapu tangan yang disebut " selampe".
Ketika ada tontonan mereka pergi menonton hiburan tentu seizing orang
tuanya. Saat pulang yang pria selalu membeli makanan untuk oleh-oleh. Makanan
yang dibeli biasanya : Lepet, Kacang rebus, Jeruk, atau Keripik singkong.
B. Ngebakal.
Setelah hubungan semakin mantap pihak Pria
biasanya mulai terang-terangan mendekati keluarga wanita dengan melakukan kegiatan yang
bertujuan mengambil hati baik sang kekasih maupun keluarganya. Masyarakat
memahami hal itu dengan istilah “ Ngebakal”.
Ngebakal bisa berupa
mengantarkan makanan , membelikan pakaian bahkan tidak sedikit yang membantu
pekerjaan orang tua wanita dalam hal membajak sawah, bertani atau membangun
rumah. bagi yang wanita biasanya berkunjung di siang hari sambil membawa
makanan dan membantu pekerjaan calon ibu mertua baik mencuci, membersihkan
rumah dan memasak. Pada pase ini sang mertua sudah mulai menilai calon
menantunya itu, akan kepandaian berbenah rumah dan memasak. Terkdang dari sini
juga dapat menambah kredit poin kriteria penilaian dan awal pembinaan. datangnya
wanita ke rumah calon mertuanya bukan sembunyi- sembunyi justru diketahui
bahkan dianjurkan oleh orang tuanya . Secara tersirat hal itu merupakan suatu
bentuk persetujuan orang tua akan pilihan anaknya.
Dalam
pandangan dan pengamatan penulis, di masa kini tata krama sebagaimana cerita di atas kiranya hanya tinggal cerita
belaka dan menjadi kenangan orang tua saja, karena generasi sekarang ini sudah
jauh berbeda baik situasi dan kondisi
alam lingkungannya juga pengaruh zaman yang semakin jauh dari budaya orang tua
terdahulu, baik dalam urusan pacaran maupun cara ngebakal.
2. URUSAN PERKAWINAN.
a. Ngelamar / Meminang dan Nandain.
Setelah
melihat gelagat anak yang semakin serius dan terbuka dalam hal berpacaran
biasanya pihak orang tua pria yang merasa sudah setuju memulainya dengan datang bersilaturrahmi ke
rumah calon besanya. Untuk menyampaikan maksudnya itu bisa saja kedua orang tua
pria langsung, atau tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh. Pembicaraan
mereka intinya adalah menegaskan apakah benar putranya sering datang dan
berpacaran. jika memang semuanya sepakat dan setuju biasanya dilanjutkan dengan
lamaran / pinangan, peristiwa ini disebut “ Ngelamar “.
Dalam
ngelamar sudah menjadi kebiasaan pula diiringi dengan memberikan tanda ikatan
bisa berupa uang atau perhiasan emas, ini disebut “ Nandain”. Dalam
nandain bisa saja hanya wanita yang diberikan perhiasan emas, bisa pula
keduanya mendapat cincin, dengan kata lain “ Tukar Cincin”.
Dari peristiwa tukar cincin inilah masyarakat semakin
tahu kalau pria wanita tersebut sudah berstatus terikat atau dalam masa
pinangan.
b. Bawa Duit
(Serah uang.).
Hubungan
cinta yang semakin dekat dan sudah terikat oleh lamaran dilanjutkan dengan
acara pemberian orang tua kepada calon menantu wanita berupa uang belanja kawin
, yaitu sejumlah uang yang diperuntukan sebagai bekal dalam berumah tangga yang
nantinya uang tersebut dibelanjakan tempat tidur dan kelengkapan lainnya.
C. Sebelum Pernikahan.
Ada
beberapa hal yang biasa dilaksanakan sebelum pernikahan , terutama calon
pengantin wanita. yaitu:
1. “Dipiara “ adalah
dirawatnya pengantin wanita oleh orang yang ahlinya seminggu sebelum
dilaksanakannya acara pernikahan.
2. Mantang. yaitu menjaga
agar tidak memakan makanan sembarangan dan yang berlemak.
3. Lulur. yaitu merawat
kulit dengan membalur ramuan tradisionil.
Luluran ini biasanya
hanya untuk mempelai perempuan.
4. Mandi ukup, yaitu mandi
uap dari rebusan dedaunan sirih dan kembang tujuh rupa yang dilaksanakan di
dalam ruang berbentuk kerucut dari tikar. ini bertujuan untuk mengeluarkan
keringat yang tak sedap dan melahirkan wangi tubuh dari rebusan tersebut. acara
ini dilaksanakan sehari menjelang pernikahan atu naik pelaminan.
5. Sementara calon pengantin
dipiara, biasanya pihak keluarganya menyiapkan makanan tradisionil untuk bahan
bawaan ketika mempelai wanita datang bersama suaminya setelah menikah dan
sungkem kepada orang tua dan keluarga mempelai lelaki , antara lain : Nasi
sebaskom, Ikan gede sepasang, sayur dan lauk pauk, serondeng, Nasi kuning, dan
kue-kue seperti ; Dodol, Geplak, wajik, uli, tape, rangkambang, talam, kue
basah, Kembang Goyang dan kue pepe.
Sedangkan bagi calon
pengantin pria tidak perlu semua itu.
1. Arakan Besan.
Yaitu
arak-arakan yang mengantarkan calon besan laki-laki menuju rumah calon
besan wanita. Arakan ini biasanya diramaikan dengan Rebana Ketimpring, dan
Tanjidor. Jika jarak rumah agak jauh biasanya calon pengantin laki-laki dan
pendampingnya naik Delman sampai ke halaman rumah calon pengantin wanita. Dalam
adapt betawi tempo doeloe ketika menikah pengantin pria tidak dihadiri kedua
orang tua, tapi didampingi oleh teman dekat dan keluarganya saja. Namun
sekarang kebiasaan itu sudah berubah dan orang tua sudah mnyaksikan anaknya menikah.
2. Palang Pintu.
Setibanya
dihalaman rumah calon pengantin wanita diadakan lagi acara penyambutan besan
dengan beberapa materi acara,yaitu:
a. Bejaban Pantun.
: Yaitu penyambutan dengan pantun bersaut antara perwakilan calon besan laki-laki dan
wanita.
b. Bejaban Tangan.
: Setelah suasana semakin panas perwakilan
tuan rumah kembali minta syarat kedua yaitu “ melangkahi Palang Pintu “ dengan
cara pekelahian antar perwakilan masing masing.
c. Ngerebut Dangdang.
:
Dangdang merupakan lambang kehormatan
perawan.Betawi,, maka keberadaan dang-dang menjadi syarat juga dalam
adat perkawinan Betawi. Mengingat dang-dang yang ada - diam diam – sudah dicuri
keluarga tuan rumah maka rombongan besan pria harus bisa ngerebut dang-dang itu,
maka terjadilah perkelahian perebutan dang-dang.
Dang-dang dalam adat Betawi tempo doeloe
merupakan simbolik harga diri seorang wanita yang masih gadis. Amat tersinggung
besar puhak keluarga wanita bila syarat ini tidak ada, maka apapun taruhannya
bila ada yang mencuri harus direbut kembali untuk memenuhi syarat dalam
menghormati kegadisan calon istrinya.
d. Gandes : Tarian Betawi. jika pihak tuan rumah
menye-diakan penari wanita, maka pihak pengantin pria harus menimpalinya dengan
penari laki-laki.
e. Sikeh. : Sebenarnya Sikeh itu adalah salah satu lagu
dalam membaca Al-Qur’an yang berasal dari kata “Sikkah”. Namun yang dimaksud di
sini yaitu calon pengantin diminta melantunkan lagu Al-Qur’an dengan gaya Sikkah.
Namun
dalam prakteknya bisa digantikan dengan penggantinya.
Ini merupakan
simbolih bahwa calon pengantin pria termasuk orang berpendidikan agama dan
beragama Islam.
f. Ngebopong Calon penganten lelaki.
: Setelah empat syarat palang pintu tersebut diatas sudah dapat
dilampaui maka calon pengantin pria dan rombongannya sudah dapat diterima dan
dipersilahkan masuk. Sebagai pengakuan penerimaannya disimbolkan dengan “
Ngebopong Pengantin Pria” bersama-sama dari kedua belah pihak sampai di hadapan
calon mertua.
g. Pengalungan bunga
melati.
: Sebagai ungkapan persetujuan dan penerimaan dari kedua orang tua ( calon mertua ) maka
dikalungkanlah calon menantu tersebut dengan kalung bunga melati, dan diiringi
menuju ruang pernikahan.
Acara palang pintu ini mengandung makna :
1. Untuk menunjukkan kesungguhan
pihak pengantin pria untuk melaksanakan niatnya yaitu
mempersunting gadis pilihannya. Apapun yang menjadi syarat dan rintangan bukan
merupakan alasan untuk mengurungkan niatnya.
2. Menunjukan jati diri
seorang perjaka dengan segala keberadaannya baik agama, budaya, keluarga maupun
rasa hormat akan harga diri wanita yang akan dijadikan
sebagai
istrinya dan orang tua yang akan menjadi keluarganya.
3. Dukungan dan persetujuan
orang tua dan keluarga calon pengantin pria untuk melaksanakan niatnya
mempersunting gadis pilihannya dalam bentuk arakan dan iringan besan yang
dilengkapi dengan bawaan makanan dan sayuran.
D. Pernikahan :
Yaitu ijab qobul antara orang tua / wali
pengantin wanita dengan calon pengantin pria,
setelah dianggap telah memenuhi syarat dan rukun nikah.
E. Setelah Pernikahan
Kue Penganten : Dalam adat Betawi yang termasuk “tabu “ untuk dihilangkan
adalah Kue Pengantin. Karena ini merupakan lambang dari penghargaan dan rasa
setuju pihak keluarga pengantin wanita kepada pihak keluarga pengantin pria.
Dengan kata lain –mungkin- dapat diartikan suka tidak sukanya seseorang untuk
berbesan disini letaknya. Makanan dan kue yang dibawa antara lain : Nasi
sebaskom, Ikan gede sepasang, sayur dan lauk pauk, serondeng, Nasi kuning, dan
kue-kue seperti ; Dodol, Geplak, wajik, uli, tape ketab hitam, rangkambang,
talam, kue basah, Kembang Goyang dan kue pepe.
Kue pengantin
ini diantarkan sebagai pengiring kedua mempelai yang setelah menikah mereka
berkunjung ke rumah orang tua mempelai pria. Disana sedang menanti kedua orang
tua dan keluarga pengantin pria. Lalu mereka memberi hormat ( dalm budaya
disebut nyembah – pen.) pada saat itu
pula biasanya yang didatangi pengantin wanita selalu memberikan amplop berisi
uang tunai . Pemberian ini disebut “ Uang Sembah “.
Sebahagian
makanan yang dibawa itu dimanfaatkan untuk acara selamatan telah
dilaksanakannya pernikahan dan menyambut menantu baru.
Seluruh
Kue Pengantin ditaksir keberadaannya untuk diganti berupa uang dengan jumlah
yang pantas dan diantarkan uang tersebut berbarengan dengan pengembalian tempat
makanan / kue yang semula dibawa. Kemudian kedua Pengatin kembali kerumah
keluarga wanita.
Ada hal yang cukup menarik dalam budaya ini,
biasanya kue dan makanan yang diantarkan oleh keluarga pengantin wanita itu
dibagikan kepada seluruh tetangga dan keluarga dekat, mereka yang merasa dibagi
juga selalu mengembalikan tempat kuenya dengan menyisipkan uang, mungkin
bertujuan untuk membantu keluarga pengantin pria mengingat kue dan makanan itu
harus dibayar kepada keluarga wanita. Namun celakanya bila tetangga dekat atau
keluarga dekat tidak kebagian atau tidak sepadan / sedikit kebagiannya selalu
menjadi bahan omongan bahkan gunjingan. Dalam bahasa Betawi omongan sama dengan
“ Bacot”, maka kue tersebut dinamakan juga “ Kue Bacot”.
f. Pesta Perkawinan. :
Setelah dilaksanakan pernikahan biasanya dilanjutkan dengan
Pesta perkawinan. Pada adat Betawi
biasanya pesta ini dilaksanakan di keluarga wanita terlebih dahulu.
Sorogan: Yaitu hantaran makanan dari keluarga pengantin yang
akan hajatan kepada keluarga pengantin yang menjadi besan, dalam acara ini
sekaligus mengundang dan mohon dibawakan rombongan besan. Sorogan disebut juga “
Jotan “.
Sorogan/ Jotan
makanan ini bila dari keluarga besan wanita perlu dibayar, tapi sorogan yang
datang dari pihak keluarga besan pria tidak ada istilah pembayaran.
Pendampingan Orang Tua dalam Pelaminan:
Dalam
budaya orang Betawi kedua pengantin tidak didampingi oleh kedua orang
tuanya,
tapi oleh teman akrabnya yang sudah menikah, sedangkan orang tua hanya
menerima tamu yang hadir dan ini bukan dipelaminan.
Hiburan : Sebagai
ungkapan rasa syukur dan gembira atas telah dilaksanakannya pernikahan anaknya
maka orang tua mengadakan keramaian berupa hiburan kepada keluarga dan
masyarakat sekaligus pemberitahuan akan sudah resminya anak mereka menjadi
pasangan suami istri.
Bagi masyarakat
Betawi jenis hiburan yang biasa dilaksanakan dari masa kemasa adalah : Rebana
Biang, Qosidahan, Sohibul Hikayat, Lenong, Topeng, Wayang, Belantek, Samrah,
Film Layar Tancep, Orkes Melayu, Jaipongan. Semua dipilih sesuai dengan selera
dan keadaan.
Kondangan :
Ketika
seseorang melaksanakan pesta perkawinan , sudah merupakan kebiasaan orang Betawi
memberikan bantuan baik berupa barang makanan atau uang kepada tuan hajat yang
disebut “ Kondangan”.
Pelaksanaan
Pesta Perkawinan disebut juga “ Hajatan “ bahkan ada pula yang
menyebutnya dengan istilah “ Sedekahan”.
Kondangan ada
dua macam, yaitu:
1. Kondangan Besan :
Yaitu kondangan secara kolektif rombongan besan kepada
tuan hajat. Biasanya besar kondangan
pihak keluarga pengantin pria lebih besar dari kondangan pihak pengantin wanita.
Namun jumlahnya tetap menurut keadaan masing-masing dan melihat kepantasannya.
2. Kondangan pribadi :
Yaitu bantuan
yang diberikan dari orang per orang kepada tuan hajat. Adapun jumlahnya
biasanya melihat bantuan tuan hajat yang pernah ia terima ketika ia hajatan (
balas budi).
3. URUSAN HAMIL.
a. Nujuh Bulan (Tujuhbulanan).
Ketika
seseorang hamil memasuki bulan ke tujuh , biasanya dilaksanakan acara Nujuh
Bulan, dan ini hanya untuk anak pertama.
Pelaksanaannya
yaitu : Acara selamatan yang dilakukan oleh kaum laki-laki dan selalu dibacakan
Surat Yusuf dan dipandu oleh seorang ustadz. hal ini mengandung maksud agar
jabang bayi yang sedang dikandung kelak seperti Nabi Yusuf yang terkenan
kegantengannya, tabah, saba, dan cerdas.
Sementara itu untuk ibu yang hamil sedang
dipersiapkan perlengkapan untuk acara adat yaitu : Mandi kembang tujuh rupa
dengan air dari tujuh sumur dan menjatuhkan telur ayam kampung . Khusus
berkenaan dengan keadaan telur yang dijatuhkan, pada awalnya diyakini
mengandung perlambang bahwa : Jika telur pecah berantakan biasanya perlambang
kandungannya berisi bayi perempuan, dan apabila pecah tapi tidak berantakan
(masih kumpul) atau bahkan tidak pecah, itu perlamban bayi laki-laki. Namun
sesungguhnya itu tidak pasti.
4. URUSAN KELAHIRAN.
a. Puput Puser.
Momen terlepasnya tali pusat bawaan bayi sejak lahir
disebut “Puput Puser”. Ini bisanya terjadi pada saat bayi berusia tujuh ai
setelah kelahirannya.
Pada
saat itu biasnya dilakukan acara masak bubur merah putih, namun kebanyakan
orang tidak melaksanakan acara tersebut. Ini mungkin memang bukan asli budaya
betawi tapi budaya Jawa.
b. Cukur Rambut.
Acara cukur rambut memang masih eksis keberadaannya,
ini sunnah Rasul. Adapun pelaksanaannya yaitu ketika bayi berusia 40 hari
kelahirannya. Kalau melihat Hadits Nabi Muhammad SAW, acara ini dianjurkan pada
saat bayi berusia 7 hari, namun kelihatannya penentuan hari ke 40 ini
mengikuti budaya Jawa yang disebut “
selapanan” yaitu hari ke 38 dari kelahiran.
Pada acara ini biasanya dibarengi
dengan “aqiqah”(bagi yang mampu). Dan prosesi acaranya yaitu acara selamatan
yang diawali dengan pembacaan “Rawi (Riwayat nabi Muhammad SAW) “. Acara ini
disebut juga dengan acara “ Marhabanan”. Ketika bacan mahaban itulah
dilaksanakan pengguntingan rambut oleh jamaah yang hadir, diawali pihak keluarga dan
dilanjutkan jamaah lainnya. Berikutnya
selesai acara rambut bayi dicukur habis. Ini tidak terkecuali bayi laki-laki
maupun perempuan.
Dalam
acara ini pula diumumkan nama bayi tersebut, maka dikatakan pula acara
“Pemberian nama “
c. Nyunatin.
Kata
nyunatin berarti melaksanakan sunnah Rasul, yang dalam terminology Islam
sebenarnya disebut “Khitan”. Bagi masyakat Betawi prosesi yang satu ini mengambil dari
pelaksanaan penerapan Sunnah Rasul sebagai penyempurna setiap muslim, maka
populerlah dengan sebutan “ Nyunatin”.
Bagi
masyarakat Betawi nyunatin dilaksanakan kepada anak laki-laki dan perempuan.
Bagi anak perempuan dilaksanakan pada hari ke tujuh an pada anak laki-laki
biasanya saat anak itu sudah memiliki keberanian untuk disunat, maksimal usia
12 tahun.
5. URUSAN PENDIDIKAN.
a. Pendidikan Formal.
Di Karang Tengah
pendidikan formal ada mulai dekade
tahun 60-an yaitu
berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
Nurul Huda, Kepala Sekolah Pertama yaitu Ust. Achmad Nairan
(1964- sampai Era 1990-an ) kemudian sehubungan dengan masa pensiun jabatan
Kepala sekolah digantikan dengan adik kandungnya yang juga sudah PNS yaitu Ustj.
Hj. Siti Maryam bt. Nairan (tahun 1990-an – sekarang )..
Keberadaan SD Negeri mulai tahun 70-an, yaitu SDN
04 Inpres dan 05 Pelita yang terletak di Jalan Puskesmas. Kepala
sekolah Pertama yaitu Bapak Abd. Rasyid / Nadih ( suami dari Ustjh.Hj.
Siti Maryam-pen). Sebelum masa itu warga masih sekolah di wilayah kelurahan
lain.
Sebagai
fondasi pendidikan agama dan kepribadian pada setiap anak dilaksanakan juga
pendidikan non Formal, antara lain.
1. Belajar Ngaji.
a.
Pengajian anak-anak.
Penanaman
pendidikan sejak dini yang dilakukan
oleh masyarakat Betawi adalah belajar membaca Al-Qur’an, yang disebut
dengan “ Belajar Ngaji”, dan bersifat ngaji
lekar kepada guru ngaji di rumah atau di mushallah –mushallah. Dan
pendidikan ini tidak ditarif biayanya,
namun bergantung kikhlasan orang tua. Dengan istilah “uang minyak.”.
pengajian biasanya dilaksanakan setelah Ashar tapi umumnya setelah Maghrib.
Pola tersebut kini telah hilang,
yang ada adalah Taman Bacaan Al-Qur'an yang sudah dikelola secara lebih
sistematis.
b.
Majelis Ta'lim kaum Ibu.
Zaman
dahulu belum ada, yang ada Cuma ngaji kuping yang menjadi gurunya yaitu Ibu
Enco ialah Ibu dari Guru Jaisan. Namun mulai decade tahun 70-an mulailah
dibentuk Majelis Ta'lim " Al-Muttaqien" dibawah pimpinan Ustj. Hj. Siti Maryam
bt. Nairan yang beralamat di Jl. Taman Sari II RT.001/03. Sampai
sekarang.
2. Khataman Al-Qur’an.
Zaman
dahulu ada suatu kebanggaan mana kala seorang belajar mengaji sampai selesai (
khatam). Sebagai ungkapan kebahagiaan biasanya diadakan acara “selamatan
khataman Qur’an “ di tempat ia mengaji bersama-sama yang lainnya dan diakhiri
dengan pemberian hadiah kepada guru ngaji sebagai ucapan terima kasih.
3. Pencak Silat.
Di
Karang Tengah sudah membudaya sejak zaman dahulu ilmu bela diri yang dikenal
dengan Pencak Silat atau masyarakat tempo dulu menyebutnya “ Main Pukul”.
Belajar
Main Pukul asalnya hanya untuk orang dewasa, karena sebagai pelajaran bela
diri. Pada sisi lain disamping mempelajari jurus-jurus juga dipelajari ilmu
kanuragan dikenal “ilmu dalam”. Namun pada masa kini berbalik, malah yang
belajar silat bukan oang dewasa tapi anak-anak remaja dan biasanya hanya
sebatas ilmu bela diri itupun bersiat olah raga saja.
Berdasarkan
cerita yang masyhur, di Karang Tengah mulai decade 1900 sampai sekarang ,
tokoh-tokoh yang mengajarkan ilmu bela diri dan kanuragan adalah :
1. H. Embang dengan
gerakan Beksi dan Srigunting. Kemudian penerusnya adalah H. Naiming, yang
selanjutnya permainannya itu di ajarkan pula kepada Hamzah bin Deong, Raid , H.
Masyhur.
Namun sayang ibarat jalan
“kematian obor” karena generasinya tak ada yang bisa melestarikan secara utuh.
2. Mahid bin Sedi bin Jiban bin Lan Seng (cina Saketi-Banten ).
Ilmu silat yang diajarkan adalah “Pamacan” mungkin sekarang disebut “ Cimacan”.
Menurut letak wilayahnya
Mahid termasuk Pangkalan Jati-Bogor. Namun kiprahnya di Karang Tengah cukup
dikenal, lantaran banyak orang yang belajar silat kepadanya .
Diantara putranya
yang dapat mewarisi ilmu beladiri Pamacan ini adalah H. Abdul Rais yang akrab
dipanggil H.Adul. Dari H.Adul inilah permainan Silat Pamacan lebih popular dan
digandrungi oleh banyak orang Karang Tengah terutama orang yang sebaya
dengannya dan generasi muda saat itu seperti Neman, Hasbih (ebih ) bin Gena,
Juki bin H. Ti'an, Aseni bin Sanen. Untuk generasi
mudanya (tahun 70-an) Sudrajat bin Hamzah, Sautar bin Gena, Edy
Bosih bin Neman, Saat bin Naih, Drs. Ahmad
Ramli T. bin Hamzah. Melalui A.Ramli Topan bin
hamzah inilah kemudian
silat dikembangkan ke sekolah-sekolah
dengan nama " PPSC JAYA" yaitu Perguruan Pencak Silat Cimacan
Jakarta Galuh Mekar Budi Pekerti, dan termasuk dalam deretan perguruan silat di IPSI DKI Jakarta sampai
saat ini.
3. H. Mait bin Lisan. Adalah seorang warga yang terkenal pula
dalam urusan silat dengan permainan " Jalan Tangan ". Adapun ilmu
kanuragan yang diajarkan adalah " Mati Geni " dengan jalur Islam.
Beliau adalah salah satu murid Wan
Sirun. Termasuk pula Mahbub yang memiliki gerakan ilmu
"Troktok" adalah murid Wan Sirun. Buktinya adalah ada kesamaan
gerakan yang mendasar yaitu gerakan " Sleser".
Diantara orang -
orang yang belajar kepada H. Mait antara lain: Hamzah bin Deong, Neman bin Sari, Hasbih (ebih) bin Gena dan Sautar. Untuk
generasi muda saat itu (th.80-an) adalah : Musaih bin Guar , Rustam (Tonglet)
bin Amim, dan lain-lainnya.
Dinamika Persilatan di Karang
Tengah. Era 1970-an -Sekarang.
Pada
dekade tahun 75-an ada upaya membangkitkan pelestarian budaya Perncak Silat dengan mengadakan iringan musik
" Gendang Pencak " yang didatangkan dari daerah Cianjur yaitu Pak
Kusnadi dan Pak Ayan (ayah dari Endang Kurnia ( penyanyi dan pencipta lagu
dangdut – pen ) semua ini diprakarsai
oleh H. Jawahir bin H. Irih. Namun upaya ini tidak berlanjut lama , dan saat
ini hanya tinggal kenangan. Namun demikian diantara murid yang kelihatan
diajarkan secara khusus adalah Tarjono bin H.Syatiri MS. dan Hery Ramlan bin
Hamzah.
Pada dekade tahun 1980-an,
Sadurih bin Madi berusaha mengembangkan seni bela diri yang ada di Karang
Tengah dengan menggabungkan antara budaya tradisional dengan seni budaya import yaitu
antara silat Cimacan (yang menjadi guru adalah Sudradjat bin Hamzah- pen ) dengan kungfu ( yang menjadi guru adalah
Firmansyah –pen.) dan diberi nama Perguruan Silat Moderen Jakarta (SIMOJA).
Awal
yang manis dan niat yang baik ternyata berujung menjadi sebuah hubungan yang
kurang harmonis, puncaknya ketika Pemilu 1982. saat itu menimbulkan kubu yang
masing-masing bertahan pada prinsip yang berbeda, pihak Cimacan ingin
menonjolkan seni tradisionalnya saat pementasan, sementara pihak Kungfu justru
lebih dominant dalam upaya penampilannya.
Melihat
gejala tak sehat maka akhirnya pihak Cimacan
memisahkan diri kembali kepada alur budaya sendiri dengan mendirikan
Persatuan Pencak Silat Cimacan Jakarta (PPSC JAYA) yang diketuai oleh A.Ramli
T. hingga saat ini. Dengan demikian tak ada lagi pertikaian, karena keduanya
sudah berjalan masing-masing.
6. URUSAN KEMATIAN.
a. Tahlilan dan Ngaji Tujuh Malam.
Ketika ada yang meninggal
dunia , di Karang Tengah selalu dilaksanakan acara ta'ziah ke rumah duka selama
tujuh malam. Adapun kegiatan yang dilaksanakan yaitu diisi dengan acara
tahlilan dan pengajian ( membaca Al-Qur'an ) selama tujuh malam.
Zaman dahulu semua biaya
kegiatan ditanggung keluarga musibah. Tapi sejak tahun 86-an semua sudah berubah sesuai dengan kesepakatan
ulama dan umara.
Dalam komitmennya
disepakati bahwa :
1. Setiap ada yang meninggal dunia
di RW. 03 dilaksanakan ta'ziah tujuh
malam.
2. Ta'ziah dilaksanakan secara
bergantian tiap malamnya 1 (satu) RT. diawali dari RT yang terjadi musibah.
3. Ta'ziah dilaksanakan sampai
tengah malam saja (pukul 24.00) mengingat kebanyakan warga adalah pekerja /
karyawan.
Sekedar untuk biaya
ta'ziah bisa dimintakan kepada seluruh warga di lingkungan masing-masing.
Langkah kegiatan tersebut
merupakan terobosan baru dan sangat besar artinya bagi kerukunan warga dan
pembinaan sikap hidup saling membantu meringankan beban keluarga yang terkena
musibah. Gagasan ini masih langgeng sampai saat ini.
b. Acara Selamatan Kematian.
Selamatan
pada malam pertama dikuburkannya jenazah disebut " Nyusur Tanah"
ini lazim dilaksanakan di Karang Tengah. Selanjutnya dilaksankan juga acara
selamatan sebagai berikut: Niga Hari, Nujuh Hari, Empat Belas Hari,
Empat Puluh Hari, Nyeratus Hari, Nyeribu hari dan Haul.