SEJARAH
PEMBINAAN KARANG TENGAH..
1. Pembinaan Kebudayaan dan Pendidikan.
Budaya
masyarakat Karang Tengah kental dengan nuansa kekeluargaan dan sikap toleransi
yang yang tinggi, ini tentu selama anggota masyarakatnya tetap menjaga
nilai-nilai kesopanan dan tata krama yang simpatik. Rasa kegotong royongan yang
tinggi merupakan modal utama untuk membina pembangunan lingkungan dan sarana
ibadah / sosial dilingkungannya.
Dalam
pergaulan sehari hari sampai saat ini tidak membedakan suku, bangsa, ras atau
kasta bahkan agama.
Seni budaya di
Karang Tengah tumbuh subur di masa itu mulai dari Rebana Biang , Pencak Silat,
sampai dengan Orkes Melayu.
Rasa fanatisme
terhadap ajaran Islam ( bagi yang Muslim ) kian kuat dan berakar, sehingga
boleh dikatakan masyarakat yang religius. Ini dibuktikan dengan adanya sarana
ibadah yang dibangun secara swadaya serta Sekolah Madrasah Ibtidaiyah yang didirikan pada tahun 1964 oleh para tokoh masyarakat
yang dimotori oleh Mandor Niming, guru Jisan, Madjuki MS, Syatiri MS, Abdul
Rahim bin Risan, Jawahir, Gandun, Koon, Kedut, Bamin dan tokoh lainnya yang ada
pada saat itu.
Ust. Achmad
bin Nairan atas dukungan masyarakat diserahkan untuk mengelola bangunan
sekolah Madrasah Ibtidaiyah, Nama Sekolah itu sampai saat ini masih abadi yaitu
“ Nurul Huda “ yang mana tenaga pengajarnya adalah mereka yang pernah
mondok di “ Pesantren Roudlotul Muta’allimin “ mampang Prapatan. Dari
Sekolah Madrasah inilah kemudian lahir
tokoh agama di Karang Tengah.
Dekade tahun
70-an seiring dengan semakin pesatnya pembangunan dan kebutuhan sarana
pendidikan, atas prakarsa H. Jawahir bin H. Irih yang pada saat itu merupakan
pegawai Kelurahan Lebak Bulus mengusulkan kepada Pemda DKI untuk dibangunkan
Sekolah Dasar. Rupanya gayung bersambut, usulan tersebut diterima dan
direalisasikan. Maka berdirilah SDN 04 Inpres dan SDN 05 Pelita.
Serta sarana kebutuhan lainnya berupa sarana olah Raga (Lapangan Sepak Bola)
, Puskesmas berikut rumah dinas dokter, Rumah dinas Lurah
dan Sasana Krida Karang Taruna.
Manfaat
sarana tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat RW.03 khususnya dan Kelurahan
Lebak Bulus pada umumnya sampai saat ini. Akses jalan menuju lokasi tersebut
diats disebut Jl. Puskesmas.
2. Pembinaan Keagamaan.
a. Langgar
Ki Banjor.
Ki Banjor
adalah seorang putra pilihan yang hidup pada abad XVIII dan mendapat kedudukan
sebagai Kepala Kampung ( pencalang ) di zamannya, yaitu jauh sebelum lahirnya
kemerdekaan. Nur illahi ada pada dirinya sehingga meskipun ia terkenal dengan
sebutan jawara namun ia amat gandrung membina agama Islam dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan
kemampuannya, ini terbukti dengan menyediakan sarana ibadah meskipun baru
berbentuk “langgar”.
Benih agama
yang tumbuh dalam dirinya itu diturunkan kepada salah satu putranya yang
bernama Sairun ( baca : Wan Sirun).
Letak langar
tersebut sekarang sudah
menjadi pintu gerbang perumahan Villa Delima. dan Ki
Banjor adalah “ Orang Tertua “ di Karang Tengah dengan silsilah
keturunannya yang jelas keberadaannya .
b. Langgar Wan Sirun.
Sairun, adalah
tokoh Karang Tengah yang arif dan tersohor. seperti mendiang ayahnya yaitu Ki Banjor, ia
juga menjadi kepala kampung di masanya , selain terkenal sebagai jawara, ia
juga gandrung dengan pembinaan agama Islam di masa itu. Kepengurusan langgar ia
lanjutkan sesuai kemampuannya. maka populerlah langar itu dengan sebutan
“Langgar Wan Sirun “.
Animo
masyarakat di masa itu terhadap agama Islam semakin menguat, dan banyak orang
yang mengaji di langgar itu.
Ditengah
kebutuhannya akan tenaga pengajar , ternyata gayung bersambut, yaitu dengan
munculnya generasi muda bernama Jaisan dan Nairan.
Jaisan bin Riih dan ibunya bernama
Enco. ia banyak mem-perdalam ilmu
agamanya di Kebayoran Lama ( Guru Mashud ) yang memang di masa itu masih
merupakan pusat pemerintahan tingkat kecamatan, Jisan menikah dengan Fatimah.
Ibu Enco
termasuk banyak jasanya dalam usaha
mengajarkan Al-Qur’an khusus kepada para perempuan saat itu.
Adapun tempat tingal Jaisan di Karang Tengan
sebelah utara ( dekat wan Sirun), sedangkan Nairan di sebelah selatan. maka
kemudian kepengurusan langar diserahkan kepada jaisan, dan dibangunlah
langgar yang baru
dekat
rumahnya itu. Kemudian terkenal
dengan nama “ Langgar guru Jaisan “ yang letaknya dekat pertigaan Karang
Tengah.
Jabatan kepala
kampung dilanjutkan oleh Naimin bin Rian, yang kemudian kesohor dengan nama
“Mandor Niming”.
Nairan yang ayahnya
berasal dari wilayah
Tangerang, Banten, Ibunya bernama Nirah. Ia banyak memperdalam ilmu agamanya di daerah
Cipete dan Mampang Prapatan , menikah dengan salah seorang anak dari seorang
Ulama di Cipete , bernama Fatimah yang kebetulan Guru ngaji. Maka terkenalah
mereka dengan sebutan “Guru Niran dan guru Fatimah”. Anak-anak banyak
mengaji Al-Qur’an dengan mereka, dari sinilah banyak melahirkan generasi muda
yang menjadi tokoh Agama Islam di Karang Tengah.
Tempat tinggal
Guru Nairan adalah di sebelah selatan Karang Tengah. Guru Nairan juga punya
langgar dekat rumahnya.
Keberadaan
mereka ( Guru Jaisan dan Guru Nairan ) ini merupakan cikal bakal pesatnya
pendidikan baik pemerintahan dan keagamaan.
Hal yang
menarik dari kedua tokoh tersebut di atas, bahwa dari Guru Jisan melahirkan
para tokoh Pemerintahan (RW), dan dari Guru Niran melahirkan tokoh Agama.
Islam yang
yang berurat berakar di Karang Tengah adalah Faham "Ahlusunnah
waljamaah". hingg kini.
c. Langgar
Guru Jaisan.
Langgar guru
Jaisan merupakan tempat pendidikan
pengajian baik anak-anak maupun orang dewasa di masa itu ( sebelum merdeka ).
Dari sini pula lahir tokoh-tokoh generasi muda terutama di bidang
kepemerintahan.
Fungsi langgar
di masa sebelum kemerdekaan disamping sebagai sarana ibadah juga dijadikan
basis pertahanan dan perjuangan kemerdekaan.
Pada fase
berikutnya melihat kebutuhan masyarakat akan sarana ibadah semakin meningkat,
maka disepakatilah pembuatan sarana ibadah yang lebih memadai yaitu masjid,
meskipun masih terbuat dari kayu.
Atas usul para
tokoh masa itu kemudian masjid tersebut
dipindahkan ke tempat yang lebih
luas , meskipun sedikit terjadi silang pendapat mengenai letaknya.
Berdasarkan musyawarah para tokoh dimasa itu
letak bangunan masjid menjadi dipertengahan antara rumah Guru Jaisan dan rumah
Guru Niran,yaitu di atas tanah yang diwakafkan oleh seorang tokoh yang ikhlas
yaitu Nawi bin Eri (sebagaimana sedianya sekarang ).Maka di atas tanah seluas
400 m2 pada tahun 1952 dibangunlah sebuah masjid yang selanjutnya diberi
nama “ Masjid Jami’ Nurul Falah “.
Pemberian nama masjid oleh Ust. Achmad Nairan
baru pada tahun 1960-an, yang sebelumnya hanya disebut dengan Masjid
Karang Tengah.
d. Masjid Jami’ Nurul Falah I th. 1952 – 1971.
Reka gambar masjid “ Nurul
Falah “ Th. 1952-1971.
Masjid Nurul Falah dibangun atas kebutuhan
masyarakat dan dilaksanakan secara swadaya murni.
Tidak diingkari keadaan masyarakat saat itu
masih sangat perlu pembinaan pengetahuan akan agama Islam, sehingga karena
keterbatasan pengetahuannya itu, masjid yang sudah berdiri megah masih sering
mengulang shalat jum’atnya dengan shalat Zuhur. Maka pengurus saat itu dengan
keteguhan hati harus mendatangi masyarakat dari rumah ke rumah agar mau datang
shalat jum’at dan saat shalat jum’at bisa mencukupi 40 orang. Namun pada dekade
tahun 60-an upaya para ulama dan tokoh tersebut sudah membuahkan hasil yang
baik, dimana shalat jum’at sudah tidak perlu mengulang dengan shalat zuhur
lagi, bakan memasuki era tahun 70-an kapasitas masjid sudak tidak memadai lagi,
baik dari segi keadaan fisik bangunannya maupun daya tampung jamaahnya.
Pada tahun 1971
kembali para ulama dan tokoh yang ada bermusyawarah dan sepakat untuk membangun
kembali masjid yang lebih memadai.
Berikut para
tokoh yang terlibat langsung dalam pembangunan masjid Nurul Falah, yaitu :
Dari Unsur
Tokoh Masyarakat :
- Mandor
Naiming bin Ri'an.
- Koon
- Nawi bin Eri
( pewakaf tanah Masjid )
- Gandun
- Bamin
- Kedut
- Mardjuki MS.
- Mait
-Hamzah bin
Deong.
Dari Unsur
Tokoh Agama :
-
Guru Jisan
-
Guru Niran
-
Abd. Latif bin Nairan
-
Abd. Mu’in / Guru Ma’in ( amil era th. 50-an )
-
Ahmad bin Nairan.
-
Abd. Wahab / Puntung ( merbot )
-
H. Syatiri MS ( amil Era tahun
60-an )
-
Syarnubi ( aktipis remaja masjid)
e. Masjid Nurul Falah II th. 1971 – 1984.
Melihat kenyataan bahwa setelah sembilan
belas tahun keberadaan masjid Jami’ Nurul Falah sudah tidak menampung jamaah
jum’at dan kebetulan keadaannya sudah perlu diperbaiki karena bagian atas
masjid sudah ada tanda-tanda kelapukan serta bentuk bangunan yang perlu
disesuaikan dengan zaman, maka dengan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan
yang kuat dibuatlah masjid yang baru
yang lebih memadai baik daya tampung jamaahnya maupun struktur bangunannya, ini
dilakukan tahun 1971.
Adapun mereka yang terlibat langsung dalam
kepengurusan masjid ini adalah:
Dari
unsurTokoh Masyarakat :
- H. Naiming
- H.Madjuki MS. Ketua RW. 03
- Nawi bin Eri ( pewakaf tanah Masjid )
- Abd. Rahim
bin Risan ( Mantan RW.03 pertama )
- H. Gandun
- H.Mait
- H. Kedut
- H.Bamin bin Nisan
- H. Syatiri MS.
- Amir bin H. Nawi
- Hamzah bin deong.
- Rohmat bin Kontong/Abd. Azis
- Seksi dana adalah Ketua RT se RW. 03.
Unsur Tokoh
Agama :
-
Ahmad bin Nairan
-
Guru Jisan
-
A. Syarnubi bin Abd. Azis / Kontong / Jeh.
-
H. Mahmud H. Hafas ( Amil )
-
H. Abdul Mu’in bin Nilan
-
Abdul Latif bin Nairan
-
Rohmain ( Amil )
f. Masjid Nurul Falah III th. 1983 –
Sekarang.
Bangunan Masjid Nurul Falah
1983-sekarang
Perkembangan zaman dan kemajuan keimanan
masyarakat Karang Tengah telah memaksa untuk segera membangun masjid yang
moderen dan daya tampung yang lebih memadai.
Namun pada fase ini, dalam musyawarah
pembangunan sudah melibatkan tenaga
ahli yang professional dibidang
bangunan yaitu dengan
menghadirkan insunyur di bidang arsitektur yaitu Ir. Both Soedargo dan Ir. Taufik , yang memang termasuk warga Karang Tengah.
Namun sehubungan dengan kesibukan tugas maka
akhirnya yang bisa membantu pembangunan masjid hanyalah Ir. both Soedargo sejak
awal sampai saat ini.
Pada saat gambar masjid disodorkan ketika
musyawaah pembangunan dilaksanakan, semua tercengang kagum tapi penuh ragu,
apalagi melihat rencana biaya yang dibutuhkan sebesar + Rp. 500.000.000,00,- (lima ratus juta Rupiah ) pada tahun 1984.
sebagai perbandingan harga semen pada saat itu hanya Rp. 1.250,00.- ( Seribu
dua ratus lima
puluh Rupiah).
Ditengah hati yang gelisah dan pasrah kepada
Allah, ternyata salah seorang tokoh yaitu H. Bamin memecah kegelisahan menjadi
kesejukan, yang mana beliau membantu sebesar Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh juta
Rupiah), digunakan untuk pembebasan tanah sebesar Rp. 15.000.000,00-( Lima belas juta Rupiah), sisanya Rp.5.000.000,00,-( Lima juta Rupiah) itulah
yang menjadi modal awal pembangunan. Akhirnya dengan mengucap “ Bismillahi-rrohmaanirrohiim” rencana pembangunan pun dilaksanakan secara
swadaya murni. Betapa tidak gelisah Syarnubi saat itu, ketika rapat panitia
akan memulai pembangunan dengan rencana pembongkaran masjid lama, panitia hanya
memiliki modal awal hanya + Rp. 5.000.000,00 ( Lima juta Rupiah ) saja, sedangkan untuk
membuat masjid darurat diperkirakan bisa habis. Dari situlah pelaksanaan
pembangunan berjalan dan para
tokoh serta masyarakat
melalui Ketua RT.giat
menyumbangkan sebagian rizkinya bagaikan
rumput yang dipersatukan , dirajut dan dipintal oleh tangan-tangan propesional
penuh semangat dan diikat dengan do’a dan kejujuran, akhirnya jadilah sebuah
tali pengikat yang kuat dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa , Negara dan
khususnya Agama.
system itu dapat mengikuti irama keuangan yang ada. Dengan kata lain “
semen satu zak pun pembangunan dapat terus berjalan “ . inilah pemikiran
yang unik , berani dan cemerlang serta tulus penuh kesungguhan dalam pengabdian
yang jarang terjadi pada orang lain, seakan ia punya keyakinan bahwa Allah
pasti menolongnya karena yang akan dibangun bukan rumah pribadinya, tapi “ Rumah Allah”. Ia keluarkan daya upayanya tidak hanya membantu dengan segi tehniknya
saja tapi harta bahkan waktu pun dikorbankan demi lahirnya sarana ibadah yang
memadai dan menjadi kebanggaan masyarakat Karang Tengah, walau sesungguhnya
saat itu ia sedang sibuk yang luar biasa di kantornya.
Dengan landasan iman dan
tawakkal ia berikhtiar dan diayunkan langkahnya seirama dengan derap langkah
masyarakat Karang Tengah, ia baktikan jiwa raganya bersama-sama masyarakat yang
memang penuh harap dan semangat, ahirnya pohon kebersamaan melahirkan buah yang
sungguh manis terasa. Masjid Nurul Falah pun muncul disambut dengan air mata
bahagia perlambang manisnya iman.
Akhirnya dengan rasa takjub dan syukur kepada
Allah ternyata pada tahun 1986 bangunan
utama masjid Nurul Falah dapat diselesaikan, dan diresmikan penggunaannya oleh
Bapak Soedharmono SH. ( Mensekneg RI
saat itu –pen) kemudian sebagai kepedulian pemerintah atas usaha itu
maka bersumber dari dana Banpres beliau menyampaikan sumbangan untuk finishing
sebesar Rp. 20.000.000,00,- ( yang memang saat itu dibutuhkan untuk pembelian
pintu dan jendela kaca ).
Kemudian pada tahun 1990 dilanjutkan kembali
dengan membebaskan tanah dan membangun gedung tambahan berikut menara dan
selesai pada tahun 1993.
Kong Puntung (marbot) dan H.Bamin -Doc. 1983
Unsur Tokoh
Masyarakat.
- H.Madjuki
MS. ( Wafat Th. )
- H.Bamin bin
Nisan ( Wafat Th. )
- H. Kedut (
Wafat Th. )
-
Djawahir bin H. Irih
- Ir. Both
Soedargo ( Arsitek bangunan Masjid )
- H. Syatiri
MS. ( Kepala tukang )
- Madih bin H.
Nawi ( Wakil Kepala tukang).
- H. Omat bin
H. Naiming ( Sekretaris Pebangunan )
- R. Tata
Muttaqien , BA ( Wakil Sekretaris )
- Nawiri bin
H. Jaisan ( Bendahara Pembangunan )
- H. Amir bin H. Nawi ( Wakil
Bedahara Pembangunan dan Bendahara
Masjid ).
- Seksi Dana
adalah Ketua RT se RW. 03.
Tokoh Agama
:
-
Ust. A. Syarnubi BA, bin Abd. Azis
/ Kontong / Jeh
-
Ust. Ahmad Nairan
-
Ust. Rohmain ( Amil
Th. 1971 s.d. 1987 )
-
Ust. Drs. Qomaruddin
-
Chairuddin bin Hamzah ( Ketua
Remaja Masjid periode th.1986 s/d 1990 ).
-
Drs. Solahuddin (Ketua remaja
masjid periode th.1990 s/d. 2006 ).
Rhoma Irama dan ChairuddinKenangan Maulid Th.2014 M/1435 H
g. Kegiatan
di Masjid Jami’ Nurul Falah.
Menyadari akan
pentingnya fungsi masjid bagi keharmonisan hidup bermasyarakat di Karang
Tengah, maka disamping sebagai sarana ibadah, juga dibentuklah organisasi
pendukungnya yaitu :
1. Sarana Kegiatan Sosial
Kemasyarakatan :
a. Dibentuknya
Organisasi Penyantun Dana Kematian “ Uswatun Hasanah “ Tahun 1989 .
Sejak berdirinya sampai
sekarang susunan pengurusnya adalah:
Ketua :DRS.HR.Tata Muttaqin SH,MM .
Sekretaris : Drs. Chairuddin.
Bendahara : H. Didi Wiryadi.
Yaitu organisasi yang bergerak
dalam urusan pemberian santunan kepada keluarga anggota yang mendapat musibah
untuk menanggulangi biaya kain kafan dan tutup lahat.
b. Dibentuknya
organisasi Panti Asuhan “ Kafilul Yatim" Th. 1990
.
Sejak berdirinya sampai
sekarang ditunjuk sebagai pengurus adalah :
Ketua : H. Nasuha bin H.
Mait.
Wakil Ket. :
H.Zainal Abidin bin H.Mardjuki MS.
Sekretaris : Drs. H. Qomaruddin.
Bendahara I : H. Ma’mun bin H.
Rijin.
II : H. Mardjan bin H. Nawi.
Panti asuhan
ini bersifat “Non Panti “ yaitu anak yatim tetap tinggal bersama orang tuanya,
hanya saja rutinitas biaya pendidikannya s.d. tingkat SLA
yang utama untuk ditangulangi.
Sumber
dana diterima dari
masyarakat yang peduli
baik internal
warga RW.03 maupun masyarakat umum, bahkan instansi, dengan syarat halal dan
tidak mengikat.
c. Koperasi Maslahat Ummat didirikan tahun 2003.
Dalam upaya meningkatkan
ekonomi ummat, maka didirikan pula Koperasi yang diberi nama “ Maslahat Umat”.
Adapun pengurusnya untuk
periode 2003-2008 adalah:
Ketua
: Drs. HA.Syarnubi. bin
H.Abd.Azis.
Wakil Ketua : Drs. HR.Tata Muttaqin SH,MM.
Sekretaris : Drs. Chairuddin. . bin Hamzah.
Bendahara : H. Didi Wiryadi.
Jumlah anggota pertama
terbentuk adalah 99 orang.
Langkah awal usahanya adalah
simpan pinjam.
d. Pembentukan KBIH / PIH. Tahun 2004. .
Organisasi ini
langsung dilaksanakan oleh Ketua Yayasan Masjid Jami, Nurul Falah. untuk PIH
susunan pengurusnya :
Ketua : Drs. HA.Syarnubi. bin H.Abd.Azis.
Sekretaris : Drs. Chairuddin. bin Hamzah.
Bendahara : H. Nasuha bin H. Mait.
Yaitu
Organisasi yang membidangi urusan penerimaan dan pemberangkatan calon jemaah
hajji, baik warga RW. 03 maupun diluar RW.03 Karang Tengah.
Sebagai perekat ukhuwah seluruh jamaah hajji yang
berangkat melalui PIH Nurul Falah dilaksanakan Pengajian Bulanan Jamaah
Hajji Masjid Jami’ Nurul Falah.
e. Membentuk
Pengurus Taman Pemakaman Warga (TPW ) RW.03
Karang Tengah. Tahun 2006.
TPW adalah organisasi
yang mengurusi lahan pemakaman warga RW.03 Karang Tengah, yang berstatus hukum
Wakaf.
Organisasi ini dibentuk
sebagai langkah nyata pembenahan fasilitas umm di bidang pemakaman yang ada di
RW. 03.
Inti dari pembenahan ini
adalah untuk mengkoordinir tata laksana kerja , penataan lahan, pemeliharaan
dan tata tertib iuran / keanggotaan.
Sebagai langhkah
operasionalnya maka pengurus bersama tokoh masyarakat telah membuat sebuah Buku
Tata Tertib. ( Terlampir).
Maksud dan tujuan dibuatkan
Tata Tertib pemakaman adalah untuk melindungi hak-hak warga RW. 03 serta
kewajiban –kewajibannya dalam urusan pemakaman. Sehingga tidak terjadi
penyalahgunaan lahan pemakaman yang ada oeleh pihak manapun.
Susunan pengurus periode
2006-2011 adalah :
Ketua : Drs. Chairuddin.
Sekretaris : Sudjiman
Bendahara : H. Saipudri.
Pengawas : Saat bin Naih.
Pembantu umum : H. Abd.Rahman
bin Boin.
Pegawai : 1. Saridi
2. Madin bin Sailis.
3. Pembinaan Pemerintahan.
Berikut adalah
Pengurus RW. yang pernah menjabat:
1. H. Abdul Rahim bin Risan Th. s/d.
1971 pada masa ini Karang Tengah belum terpecah dua dan jumlah RT berjumlah 8
RT, 5 RT bagian Barat dan 3 RT bagian Timur Karang Tengah.
Susunan Pengurus RW pada
periode ini penulis tidak mendapat keterangan , mengingat saat ini Ketua
tersebut sudah Wafat.
2. H. Mardjuki MS. Th. 1971 s/d.1998 , pada era tahun 1990-an RW. 03 dimekarkan menjadi RW. 03 ( Karang
Tengah sebelah Barat ) dan RW. 08 (
Karang Tengah sebelah Timur ). Hal ini dipandang sudah memenuhi syarat
pemekaran mengingat jumlah penduduk yang semakin padat dan jumlah RT sudah
mencapai 15 , yaitu 9 RT bagian Barat dan 6 RT di bagian Timur Karang Tengah.
Susunan Pengurus :
Ketua : H. Mardjuki MS.
Wakil Ketua : H.A. Syarnubi.
Sekretaris : Edy Bosih.
Bendahara : Nawiri H. Jaisan.
3. Drs.HA.Syarnubi, Th.
1998 sebagai pejabat sementara pelimpahan dari H. Mardjuki yang memang
sudah uzur. Ini hanya berlangsung 17 hari, sebagai persiapan untuk
dilaksanakannya pemilihan Ketua RW. periode 1998 s/d 2003.
Sehubungan dengan sifatnya
yang sementara maka pada masa pelimpahan ini tidak dibentuk susunan pengurus
yang baru.
4. H. Djawahir bin H.Irih, Th. 1998 s/d. 2003.
Di masa pensiunnya sebagai
PNS di Kelurahan Lebak Bulus, H.
Djawahir bersedia memangku jabatan RW.03.
Susunan Pengurus RW.03:
Ketua : H. Djawahir bin H. Irih.
Wakil Ketua : Edy Bosih.
Sekretaris : Drs. H. Qomaruddin.
Bendahara : Nawiri bin H. Jaisan.
Pada masa ini lahir:
a. Dewan Kelurahan
Lebak Bulus perwakilan RW. 03 untuk masa Bhakti 2001 s/d. 2006, yaitu Drs.
Chairuddin bin Hamzah
b. Forum RW.03.
Sistem pemilihan RT/RW yang
lebih demokratis yaitu dengan dibentuknya Forum RW.03 yang dipercayakan sebagai
Ketua adalah Drs.HA.Syarnubi, serta dari Forum RW pula melahirkan Tata
Tertib Pemilihan RT/RW.
c. Pembangunan Pos hansip
yang lebih memadai.
5. H. Munadi bin H. Sairih, Th. 2003 s/d. 2006.
Proses pemilihan RW.
03 Periode 2003-2006 dilaksanakan secara Demokrasi dengan system perwakilan RT
sebagai konstituennya, yaitu dengan ketentuan :
a. Tiap RT memiliki suara
10 ( sepuluh ) .
b. Dari 10 orang itu
ditentukan sebagai berikut:
1. Dari unsur Tokoh
Masyarakat : 3 orang.
2. Dari unsur tokoh Agama : 2 orang.
3. Dari unsur PKK/
Wanita : 1 orang.
4. Dari unsur Pemuda/Karang Taruna: 1 orang
5. Unsur Pengurus RT : 3 Orang
c. Calon RW adalah calon
yang diutus oleh masing –
masing RT dan dibatasi
1 orang /RT. Hasil dari penyaringan.
d. Pemilihan dilaksanakan
secara langsung.
Hasil dari pemilihan maka Seorang H.
Muna mendapat kepercayaan untuk memangku
jabatan KetuaRW. Masa bakti 2003-2006.
Susunan
Pengurusnya adala Sbb:
Ketua :
H. Munadi bin H. Sairih.
Wakil Ketua :
Drs. A. Ramli T. bin Hamzah.
Sekretaris : Drs. H. Qomaruddin.
Bendahara : Nawiri bin H. Jaisan
Pada periode ini telah
dilaksanakan :
1.Program Penataan Lingkungan Bersih dan Hijau bekerja sama
dengan RT dan Dewan Kelurahan menuju perealisasian RW. kebanggaan.
2. Pemilihan Dewan Kelurahan
untuk Masa Bhakti 2006 s/d 2011. Dengan suara aklamasi maka
diangkat kembali Drs. Chairuddin sebagai Dewan
Kelurahan untuk perwakilan RW.03. selanjutnya menjadi Ketua Dewan Kelurahan
periode 2006-2011.
3.Bersama Yayasan Masjid Jami’ Nurul Falah melahirkan Pengurus Taman Pemakaman Warga RW. 03 ( TPW. RW. 03 ) berikut
Buku Tata Tertib Pemakaman. Adapun Yayasan Masjid Nurul Falah menunjuk
Drs. Chairuddin sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan TPW.RW.03. untuk masa Bhakti
2006 s/d. 2011.
Pada periode ini Pos Hansip sudah tak ada lagi karena pemilik tanah
mengambilnya kembali untuk dijadikan lahan usaha.
6. Drs. HR. Tata Muttaqin
SH,MM. Periode 2007-2010.
Seorang warga Karang
Tengah yang berasal dari Ciamis ,Jawabarat, yang telah menetap di Karang Tengah
sejak tahun 70-an.
Terpilihnya H. Tata – begitu panggilan sehari-harinya-
meru-pakan gambaran sikap warga Karang Tengah yang terbuka dan tidak terlalu
mempermasalahkan persoalan kesukuan.
Proses pemilihan di masa ini
benar-benar dilaksanakan secara demokrasi yang utuh, yaitu setiap warga ikut
menentukan calon Ketua RW, melalui pelaksanaan pemilihan Ketua RT se RW 03,
adapun sebagai pelaksana pemilihan adalah Forum RW.03 yang diketuai oleh H.
Djawahir bin H. Irih.
Dalam Program Kerjanya , hal- hal yang
akan dan
sedang dilaksanakan antara
lain :
1. Melanjutkan program penghijauan dengan berusaha
meningkatkan kerapihan dan keasrian lingkungan.
2. Membangun Posko Terpadu
di lingkungan halaman Masjid Jami’ Nurul Falah. Hal ini dilakukan demi untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, baik dalam urusan administrasi maupun
keamanan warganya.
3. Meningkatkan kualitas
SDM RT dan RW terutama dalam hal
administasi dan kinerja.
4. Berupaya membentuk pengelola
sampah lingkungan dengan system composting, dan nampaknya upaya ini
mendapat sambutan dan dukungan dari pihak Walikotamadya Jakarta Selatan.
5. Pemberdayaan PKK dan
Remaja/ Karang Taruna untuk dapat berperan aktif dalam pembinaan
masyarakat, terutama urusan kewanitaan dan Remaja.
Khusus untuk PKK
pada periode ini semakin digalakkan kegiatannya.
Sehubungan dengan
kesibukan yang luar biasa dari Ibu RW yang nota bene sebagai salah seorang
Dosen, maka kegiatan PKK dimandatkan penuh kepada kader lain, maka dibentuklah
pengurusnya sbb:
Ketua : Ibu Sany Handayani SPd.
Wakil Ketua : Ibu Erna Ramli.
Sekretaris : Ibu Fitria
Bendahara : Ibu Hj. Junainah.
Adapun Karang Taruna,
kepengurusannya disatukan dengan Ikatan Remaja Masjid Jami' Nurul Falah, yang
menjadfi Ketua yaitu Agung.
4. Pembinaan lingkungan
Dalam upaya
pembinaan lingkungan sejak era sebelum Kemerdekaan
RI, di Karang Tengah sudah terbentuk system kerja
sama yang baik .
Pada era
sebelum kemerdekaan sampai dengan tahun 70-an masyarakat Karang Tengah masih
termasuk masyarakat agraris yang memang hidup dari hasil cocok tanam, ini
terbukti dengan adanya system pengairan yang terletak di tengah kampung
berbentuk sungai kecil yang disebut oleh masyarakat sebagai “ Solokan “ serta
adanya saluran air yang mengarah ke lahan pertanian dan merupakan anak dari
solokan itu yang disebut “ uangan “,
adapun pengaturan airnya dilakukan
secara terkoordinir dan adanya petugas
pengatur air yang disebut “
Mandor Air “. sedangkan untuk penanaman padi dilakukan pada setiap rawa-rawa.
Rawa-rawa yang
ada di Karang Tengah s/d. th. 1970-an adalah sebagai berikut :
1. Rawa Kecap di sebelah Utara ( sekarang berubah menjadi Perumahan Bhumi Karang Indah ) yang masa
itu masih termasuk RT.005/03, kini telah berubah menjadi RT. 013/03.
2. Rawa Guru Jaisan di sebelah barat dekat Pemakaman warga ( sekarang telah menjadi Perumahan Villa Delima ) yang masa itu masih
termasuk kawasan RT.001/03, kini telah menjadi RT. 014/03.
3. Rawa H. Ti’an
terletak di sebelah selatan berdampingan dengan Kali Pasanggrahan, namun
sekarang telah berubah menjadi lahan pemancingan.
4. Rawa H.Ti’an dan Bapak Alih terletak di sebelah timur (
sekarang telah termasuk kawasan Komplek Angkatan Laut dan berubah fungsi
menjadi lapangan Sepak Bola ).
Listrik masuk
ke kampung Karang Tengah sekitar tahun 1975.
Jalan Karang
Tengah Raya baru dikeraskan dan diaspal pada era Tahun 1980-an, sedangkan
keberadaan jalan tersebut sudah ada sejak zaman sebelum merdeka.
Kemajuan zaman
tidak dapat dibendung dan pesatnya pembangunan telah mempengaruhi pola pikir
masyarakat, sehingga pada era tahun 1970-an adalah era peralihan besar-besaran
pola hidup masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat pedagang dan
buruh. Hal ini disebabkan karena lahan pertanian telah dibebaskan untuk real
estate. Kalaupun ada yang masih bercocok tanam sudah tidak pada lahan sendiri
lagi, tapi di lahan milik cukong-cukong yang masih berbaik hati itu pun selama
lahannya belum dibangun.
Sebagian besar
peralatan dibuat sendiri oleh Bapak Risan kecuali Accordion.
Nama-Nama Jalan
di Karang Tengah.
Di Karang
Tengah ada beberapa jalan lingkungan RT yang diberi nama dengan mengambil nama
orang tua yang pernah ada di lingkungan itu, yaitu ;
1. Jalan Taman Sari I ( di samping masjid Nurul Falah, kawasan
RT.007 ) dan Jalan Taman sari II ( jalan menuju Taman Pemakaman Warga
RW.03), kawasan RT. 002, yaitu kawasan tempat tinggalnya Kong Taman dan Kong
Sari.
2. Jalan H. Nudin, yaitu kawasan RT. 005 sebelah utara tempat
tinggalnya Kong H.Nudin.Sekarang letak rumah beliau di wilayah RW.08.
Berdasarkan kritik Tokoh
Masyarakat sesungguhnya pemberian nama ini tidak tepat, karena masih ada nama
besar lain yang pantas dicantumkan, seperti : Kong Ju'ing.
3. Jalan. H. Misin, yaitu kawasan RT.005 sebelah selatan tempat
tinggalnya Kong H. Misin.
4. Jalan Kong Risan, yaitu kawasan tempat tinggalnya kong
Risan,RT. 001.
5. Pembinaan Sosial
Kemasyarakatan.
Dalam upaya
pembinaan sosial kemasyarakatan di
Karang Tengah RW. 03, antara ulama dan
umaro telah melakukan hubungan yang sinergi sehingga keterlibatan keduannya
dalam pembinaan sudah merupakan hal yang terbiasa dan saling menopang.
Yang menarik
dalam pembinaan adalah:
1. Adanya rasa kebersamaan antara sesama warga tanpa
melihat asli maupun pendatang selama mereka membuka diri untuk dapat
berkomunikasi.
2. Rasa kegotongroyongan yang tinggi dalam setiap kegiatan baik
pembangunan sarana umum maupun ibadah.
3. Masih adanya sistim “
Kondangan Rombongan “ setiap ada warga yang melaksanakan pesta / hajatan. Hal
ini tampaknya penting untuk dilestarikan, karena merupakan bukti adanya
paguyuban , kerukunan dan rasa solidaritas masyarakat.
4. Adanya Perhimpunan Keluarga
Betawi Karang Tengah.
5. Adanya arisan diberbagi
tempat.
6. Pembinaan Kesenian.
a. Orkes Melayu.
Di Era tahun 1950-an,
kesenian yang pernah ada dan dilakoni oleh masyarakat / putra asli Karang
Tengah adalah Group Rebana Biang yang selanjutnya mengikuti "trend"
nya masa itu berubah menjadi Orkes
Melayu di bawah Gagasan sekaligus pimpinan yaitu Mardjuki MS.
Adapun
personilnya :
1. Mardjuki MS. ( Accordion)
2. Syatiri MS. ( Bass )
3. Ma'ruf bin Ahmad. ( Gendang )
4. Abdul Rahman ( Mandolin )
5. Mahmud bin Hafas ( Markis / Vokalis )
6. Jamhari bin Risan ( Biola)
7. Sahid bin Saaban. (bass)
8. Raid ( biola)
9. Nengsih /Nenen ( Vokalis ).
10. Satiri H. irin ( Vokalis )
11.
Mursalih bin Karim
Berikutnya generasi baru muncul lagi pada decade tahun
1980-an yaitu dibawah gagasan dan
sekaligus Pimpinan Zainal Abidin (putra
H. Mardjuki MS-pen.) mendirikan Orkes Melayu Cipta Ria dan berikutnya menjadi OM.Jayakarta
ini bertahan hanya sampai akhir tahun 1980.
b. Seni
Bela diri.
Pada dekade tahun 75-an ada upaya
membangkitkan pelestarian budaya Perncak
Silat dengan mengadakan iringan musik " Gendang Pencak " yang
didatangkan dari daerah Cianjur yaitu Pak Kusnadi dan Pak Ayan (ayah dari
Endang Kurnia ( penyanyi dan pencipta lagu dangdut – pen ) semua ini diprakarsai oleh H. Jawahir bin H.
Irih. Namun upaya ini tidak berlanjut lama , dan saat ini hanya tinggal
kenangan. Namun demikian diantara murid yang kelihatan diajarkan secara khusus
adalah Tarjono bin H.Syatiri MS. dan Hery Ramlan bin Hamzah.
Pada dekade tahun 1980-an, Sadurih bin Madi
berusaha mengembangkan seni bela diri yang ada di Karang Tengah dengan
menggabungkan antara budaya tradisional dengan seni budaya import yaitu antara
silat Cimacan (yang menjadi guru adalah Sudradjat bin Hamzah- pen ) dengan kungfu ( yang menjadi guru adalah Firmansyah
–pen.) dan diberi nama Perguruan Silat Moderen Jakarta (SIMOJA).
Awal
yang manis dan niat yang baik ternyata berujung menjadi sebuah hubungan yang
kurang harmonis, puncaknya ketika Pemilu 1982. saat itu menimbulkan kubu yang
masing-masing bertahan pada prinsip yang berbeda, pihak Cimacan ingin
menonjolkan seni tradisionalnya saat pementasan, sementara pihak
Kungfu justru lebih dominan dalam upaya penampilannya.Melihat gejala tak sehat maka akhirnya pihak Cimacan memisahkan diri kembali kepada alurbudaya sendiri dengan mendirikan Persatuan Pencak Silat Cimacan Jakarta (PPSC JAYA) yang diketuai oleh A.Ramli T. hingga saat ini. Dengan demikian tak ada lagi pertikaian, karena keduanya sudah berjalan masing-masing.
A.Ramli T dan Chairuddin dalam aksi "Palang Pintu"